Tuesday, December 15, 2009

Asal Usul kaum Bunian

Tidak bisa dipungkiri kemunculan Kaum Bunian sedikit banyak memberi perasaan takut dalam diri manusia. Meski mereka sebenarnya tidak mengganggu. Kemunculannya kerap membuat bulu kuduk merinding. Maklum, perbedaan alam mereka telah membuat semacam jurang pemisah. Padahal, bila ditelusuri, asal usul kaum Bunian ini adalah manusia juga. Keberadaan mereka sangat erat hubungannya dengan kerabat Keraton Sambas. Siapakah sebenarnya kaum Bunian ini ?

Tahun 1757 M, Kerajaan Islam Sambas berada di puncak kejayaan. Raden Djamak yang bergelar Sultan Oemar Aqqamaddin (II), naik tahta. Ia mengantikan ayahanda Sulta Abubakar Kamaluddin, keturunan Sultan Hasan Ibnu Syaiful Rizal. Keraton Sambas kerap pula disebut istana Alwaat Zik Hubbillah. Keraton ini terletak di muara Ulakan yang menghadap persimpangan tiga cabang anak sungai, yakni Sungai Sambas, Sungai Teberau dan Sungai Subah.

Diujung utara berlatar belakang Gunung Senuju yang melengkung hijau, sementara di sebelah timur berderet bukit barisan yang dinamakan Pegunungan Sebedang. Di muara Sungai Sambas selatan diapit dua gunung, yaitu Gunung Gajah dan Gunung Kalangbau. Karena kondisi geografis itulah, negeri Sambas menjadi terkenal. Negeri itu aman dan makmur dengan julukan “negeri laksana kembang setaman”.

Keraton Sambas didirikan oleh Raden Sulaiman yagn bergelar Sultan Muhammad Tsafiuddin I di Tanjung Muara Ulakan Lubuk Madung, tahun 1687 Miladiyah. Atau bertepatan dengan tahun 1680 Hijriah. Raden Sulaeman adalah putra dari Giri Mustika, Raja Tengah, yang menikah dengan putri Surya Kencana, adik raja Panembahan yang memerintah Kerajaan Tanjungpura. Perkawinan itu terjadi karena kapal yagn ditumpangi Raja Tengah dihantam badai di sekitar Pulau Tanjung Datuk. Kejadiannya saat ia pulang dari Keraton Johor menuju Sarawak.

Tanjung Datuk sendiri terkenal angker. Menurut cerita, Tanjuk Datuk atau Paloh itu adalah pusat pemerintahan orang-orang Bunian. Kerajaan Sambas Tua terletak di Kota Lama dan berada di wilayah Kecamatan Teluk Keramat, Kabupaten Sambas. Kerajaan itu dikenal dengan nama Kerajaan Ratu Sepudak, yang merupakan pendiri kerajaan kecil itu pada jaman sebelum masuknya pengaruh Islam ke Sambas.

Menurut beberapa sumber, kerajaan kecil di Paloh pada mulanya dipimpin oleh Pangeran Prabu Kencana yang bergelar Ratu Anom Kesuma Yoeda. Lengsernya beliau dari tahta pemerintahan karena pemberontakan yang dilakukan oleh anak angkatnya yagn berasal dari negeri Bunian bernama Tan Nunggal. Dan menurut cerita dari mulut ke mulut di kalangan kerabat istana, yagn saat ini memerintah di Kerajaan Bunian adalah keturunan raja sambas bernama Raden Sandi. Raden Sandi dinyatakan menghilang dari kerajaan, karena diambil kaum Bunian.

Menurut Hasan (65), kuncen Keraton Sambas, yagn juga masih keturunan Pangeran Bendahara, putra Sultan Moehammad Tsafiuddin II, menolak jika raibnya sang pangeran karena diambil untuk dijadikan raja di Kerajaan Bunian. “Itu tidak benar. Tidak ada orang Bunian yang mengambil Raden Sandi. Beliau Raib karena kehendak Allah semata,” tuturnya.

Raden Sandi Braja, kata Hasan, adalah salah satu putra raja Sambas Sultan Moehammad Tsafioeddin II. Ia termasuk sosok yang jenius dan mampu menyelesaikan sekolah sekolah sebelum waktunya. Tanggal 8 Desember 1890, ia melanjutkan sekolah ke tanah Jawa diantar Menteri Pangeran Tjakranegara Pandji Anom. Keberangkatannya bersamaan dengan diasingkannya sang ayahanda ke tempat pembuagnan oleh Penjajah Belanda.

Raden Sandi dan saudaranya Raden Mohammad diserahkan kepada Tuan Bestantjesdijk, direktur Opleideing School di Bandung. Dan, lima tahun kemudian keduanya kembali setelah berhasil menyeelsaikan pelajarannya dengan baik. Seusai itu ia langsung diangkat menjadi putra mahkota, namun belum sempat menduduki tahta, beliau meninggal dunia.

Ada beberapa versi soal kematian Raden Sandi Braja. Konon, sang pangeran muda jatuh cinta pada seorang gadis dalam lingkungan istana. Sayangnya, hubungan itu tidak direstui Datu Sultan. Maklum, sang gadis ternyata masih saudara sendiri. Ini sangat dipantangkan di keraton.

Sebenarnya, sang pangeran mdua itu telah dijodohkan dengan gadis yagn berasal dari Negeri Titis Sepancuran, Brunai Darussalam. Karena memang begitulah pesan leluhur memerintahkan. Tapi ia tetap saja menolak, sampai akhirnya mengambil jalan tengah. Dengan lapang dada ia menerima saran dari ibundanya. Sarannay, jika tetap menolak untuk dijodohkan dengna puteri dari Brunai, maka ia diperbolehkan mencari puteri dari negeri lain, asalkan bukan dengan saudara sepupu sendiri. Maka berangkatlah Raden Sandi ke negeri Johor.

Tapi, baru beberapa bulan di sana, ia mendapat kabar bahwa kekasihnya telah dinikahkan dengna seorang lelaki asal negeri Siak. Mendengar kabar tidak sedap itu, Raden Sandi langsung membatalkan perantauannya. Ia pulang ke Sambas untuk membuktikan kebenaran kabar iut. Dan, kenyataannya telah membuatnya sakit hati. Ia tak menyangka ayahandanya sampai hati memtuuskan hubungan mereka. Maka tanpa pikir panjang lagi, Raden Sandi melampiaskan amarahnya. Ia mengamuk dan tak seorang pun mampu menahan kehebatannya.

Usai melampiaskan kemarahannya, ia bersumpah tak akan menduduki tahta kerajaan dan akan meninggalkan Sambas selama-lamanya. Agaknya, takdir berkehendak lain. Belum sempat Raden Sandi meninggalkan istana Sambas, ia terserang penyakit yang tak ada obatnya. Penyakit itu akhirnya merenggut jiwanya. Namun sebuah keajaiban terjadi.
Sesaat setelah mengembuskan nafas, tubuh Raden Sandi hilang entah ke mana. Yang tinggal hanyalah batang pisang. Raden Sandi hilang secara misterius.

Menurut sebagian kawula istana, jenazah putra mahkota itu lenyap misterius dan digandi batang pisang. Tapi banyak pula yagn mengatakan bila ia mati diambil oleh orang Bunian di Paloh. Konon, itu sebagai tebusan atas nyawa burung peliharaan Putri Kibanaran (Orang Bunian) yagn tewas saat Raden Sandi berburu di hutan Paloh. Orang pintar dari keraton menyatakan bahwa Raden Sandi Braja telah menjadi raja di Negeri Kibanaran.

Belakangan, ada beberapa sumber yang menyebut bahwa dulu pernah ada pengusaha dari Singapura yagn pergi ke Bandar Paloh dan berjumpa dengan Raden Sandi. Dengan mata kepala sendiri ia menyaksikan betapa suasana di Bandar Paloh sangat ramai dan sibuk, laksana pelabuhan laut sebuah negara besar. Transaksi dagang dengan Raden Sandi pun berlangsung. Tapi apa yang terjadi.

Saat sang pengusaha yang bernama Taib bin Djasman membuka map transaksi di depan rekannya dari Jakarta, kertas berharga itu hanyalah selembar daun sirih yang sudah layu. Dengan penasaran sang pengusaha itu kembali ke Bandar Paloh. Tapi, yang didapat di sana berbeda. Yang dia lihat sekarang hanyalah sebuah desa dan pasar kecil di pinggir sungai kecil. Sebagian kawasan masih ditumbuhi hutan lebat. ***

Kehidupan Kaum Bunian Sambas

Cerita tentang kehidupan bangsa lelembut ini bukan isapan jempol. Masyarakat Kalimantan Barat amat yakin kaum Bunian adalah realita. Seringkali makhluk halus itu membaur dengan manusia, meski tak disadari kehadirannya. Pada saat-saat tertentu, kerap orang melihat kaum Bunian berada di tengah keramaian. Sang lelembut tampak layaknya manusia biasa. Hanya saja, sebuah ciri fisik tak bisa menutupi mereka. Di wajah mereka tak ada garis antara hidung dengan bibir atas. Alisnya juga menyatu. Parasnya memang aneh dan berkesan menyeramkan.

Ada satu hal yang tidak boleh dilakukan manusia bila berada dekat dengan kaum Bunian: jangan sekali-kali mengikuti ajakannya. Bila itu dilakukan, maka ia akan masuk ke alam gaib mereka dan tidak akan bisa kembali. Pusat komunitas kaum Bunian terletak di sekitar Pantai Selimpai, Kecamatan Paloh. Juga terdapat di seputar Tanjung Batu, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat.

Tatanan kehidupan kaum Bunian amat teratur. Itu karena mereka di kelola oleh sistem kerajaan yang tertib. Mereka pun bukan tipe makhluk pengganggu yang suka
meneror manusia. Bahkan sebaliknya, sekali waktu mereka terlihat membaur dengan manusia untuk memberi bantuan.

Kasus perang etnis di Sambas beberapa waktu lalu, konon juga melibatkan kaum Bunian ini. Raja mereka sengaja mengerahkan pasukan Bunian untuk menghalau etnis tertentu yang dianggap mengganggu ketenteraman hidup etnis pribumi. Namun tetap saja perbedaan alam dengan mereka menyebabkan manusia takut.

Pendeknya, kehidupan kaum Bunian bukan sekadar cerita. Tapi benar-benar nyata. Bila ingin menemui kaum Bunian, datanglah ke pusat komunitas mereka di sekitar Pantai Selimpai atau Tanjung Batu. Tentu saja, tidak begitu saja seseorang bisa berhubungan langsung dengan bangsa lelembut ini. Melainkan harus dengan bantuan orang yang menjadi perantara.

Di kedua pantai tersebut, selalu ada orang yang bisa menjadi perantara dengan orang-orang dari bangsa Bunian. Menurut Hendra Sukmana, aktivis LSM yang kini menjabat Ketua Panwaslu Kota Singkawang, tanpa perantara, tak mungkin orang biasa bisa bertemu langsung dengan kaum Bunian. Hanya orang yang punya kemampuan khususlah yang bisa berinteraksi langsung dengan mereka. Tanpa memiliki kemampuan semacam itu, maka orang-orang hanya bisa melihat pantai ini sebagai objek wisata yang indah saja. Tidak lebih dari itu.

Akan tetapi, dalam kondisi tertentu, bisa saja orang biasa berjumpa dengna kaum Bunian. “Sewaktu-waktu orang biasa pun sering berjumpa dengan kaum Bunian yang tengah berada di sekitar mereka. Seperti di pasar-pasar rakyat, di dalam mobil angkutan umum, di pinggir sungai, bahkan di supermarket,” tuturnya kepada penulis.

Nah, ketika itu, terang Hendra, jangan sekali-kali berbuat ceroboh. Misalnya, sok akrab dengan sengaja menyapa mereka. Se¬bab bila tidak memiliki bekal batin yang kuat, kita bisa terpengaruh oleh ajakan mereka. Apalagi bila kaum Bunian yang menampakkan diri itu adalah kaum hawa. “Jika tidak ku¬at iman, kita bisa terpikat. Kalau itu terjadi, maka kita tidak akan bisa kembali ke dunia manusia lagi,” ujar Hendra.

“Diculik” Kaum Bunian

Bila orang kedatangan kaum Bunian, dipastikan bakal dicekam rasa takut. Kemunculannya memang kerap membuat bulu kuduk merinding. Wajar saja, siapa yang tidak takut bila di datangi mahluk halus. Apalagi selama ini berkembang anggapan bila kaum Bunian selalu membawa manusia ke dunianya. Cerita-cerita bangsa manusia sering dibawa ke alam kaum Bunian ini sudah sering terdengar.

Misalnya satu kejadian pada paruh akhir tahun 1995 di daerah Sejangkung, Sambas. Ketika itu ada anak kecil kelas 2 SD yang tidak kembali ke rumah setelah pulang sekolah. Sementara teman-teman lainnya sudah sampai di rumah. Maka keluarga si anak ini pun cemas. Mereka mencari-cari si anak ke rumah neneknya, namun tidak ditemukan. Begitu juga ditanyakan kepada teman-temannya, mereka tidak tahu.

Hingga akhimya, orang tua si anak menghubungi orang pintar di daerah itu. Setelah melalui deteksi batin, orang pintar ini mengatakan bila si anak dalam keadaan selamat. Cuma, saat ini ia tengah berada di tengah lingkungan kaum Bunian. Keterangan itu sedikit banyaknya bisa diterima keluarga. Sebab ketika ditanyakan kepada salah seorang temannya, ia mengatakan bila setelah pulang sekolah, anak ini diajak pergi beberapa anak kecil yang tidak dikenal. Orang pintar ini pun lantas menyimpulkan bila yang mengajak si anak hilang ini adalah anak-anak kaum Bunian.

Mendapat keterangan demikian, orang tua si anak amat cemas. Mereka dihinggapi pikiran negatif jika si anak tak akan bisa kembali lagi ke dunia manusia. Orang pin¬tar yang dimintai bantuan ini malah tersenyum. Ia lalu pamit untuk melakukan sesuatu. Nah, ketika hari mulai senja, tiba-tiba tiupan angin kencang menghantam rupa orang tua si anak hilang.

Peristiwa itu dirasakan betul oleh seluruh penghuni rutnah. Mereka pun dicekam ketakutan luar biasa. Sebab kejadian itu sangat tidak lazim. Di tengah-tengah suasana mencekam itu, tiba-tiba pintu rumah diketuk seseorang. Saat dibuka, ternyata si anak hilang itu sudah berdiri di depan pintu. Orang tua keluarga itu pun merasa senang karena anaknya telah kembali.

Ketika ditanya kemana saja dia pergi, dengan polos anak ini mengatakan bila ia pergi bersama teman-teman barunya naik perahu besar. Lalu dia di bawa berlayar entah ke mana. Meski semuanya orang-orang asing, tapi si anak ini merasa senang. Sebab selain bersama teman-teman baru, dia juga bisa bermain bersama. Menurut si anak, setelah puas bermain, perahu besar itu kembali merapat. Dia kemudian diantar teman-temannya pulang ke runah. Belakangan, teman-temannya itu tiada lain adalah kaum Bunian.

Dibawa ke Alam Gaib

Meski ada yang kembali ke dunia manusia setelah berhubungan dengan kaum Bunian, ternyata banyak pula yang tidak kembali alias terbawa ke alam gaib. Hal itu, bisa terjadi karena beberapa sebab. Pertama, memang sudah dikehendaki manusianya sendiri untuk bergabung dengan dunia Bunian. Ini terjadi bila, umpamanya, seorang pria jatuh hati dengan wanita dari bangsa lelembut itu. Selanjutnya orang ini ingin berhubungan terus hingga kepelaminan. Tentu saja, orang ini tidak akan kembali ke alam nyata.

Sebab kedua, seseorang tergiur oleh ajakan kaum Bunian. Inilah yanag selalu diwanti wanti setiap orang agar berhati-hati dan jangan mudah tergiur ajakan mereka. Ada satu peristiwa di tahun 1990-an. Dulu, pernah ada seorang pemuda bernama Mahyan. Ia dinyatakan hilang. Semula, orang-orang desa mengira dia pergi ke Pulau Tambelan untuk bekerja di bagan, tempat mencari ikan. Namun, pakaiannya di lemari masih utuh. Itu menandakan bila Mahyan tidak pergi kemana-mana, atau pergi tanpa pamit.

Menurut cerita teman-temannya, tadi malam Mahyan berkenalan dengan seorang wanita. Kebetulan sejak beberapa hari lalu, ada pekan hiburan rakyat di depan kantor kecamatan. Nah, sejak berkenalan itu teman-temannya tidak melihat lagi batang hidung Mahyan. Sampai keesokan harinya, Mahyan tidak kembali. Bahkan hingga berhari-hari, minggu, bulan dan tahun. Seterusnya, Mahyan tak diketahui lagi dimana rimbanya. Orang-orang di kampung berkeyakinan bila Mahyan hilang karena di bawah ke alam kaum kaum Bunian.

Ciri Kaum Bunian

Fenomena kaum Bunian sudah mendarah daging dalam masyarakat Sambas. Meski kerap muncul rasa takut bila didekati kaum Bunian, namun masyarakat di sana sudah terbiasa. Malah boleh dikata, mereka tak merasakan lagi adanya persoalan. Meski begitu, membicarakan soal Bunian bagi mereka, adalah tabu. Mereka lebih memilih diam dari pada bercerita kaum Bunian. Atau kalaupun menceritakannya, tapi secara bisik bisik. Seolah-olah takut nada bicaranya didengar orang lain, terutama kaum Bunian.

Bila tiba-tiba mereka merasakan kedatangan kaum Bunian, orang-orang Sambas lazim mengatakan, "Oh, insanak datang!" Setelah itu secara tak diam-diam dia akan menjauhi orang Bunian itu. Bisakah kaum Bunian ini dibedakan dengan manusia biasa? Tentu saja bisa. Bahkan perbedaannya amat menyolok. Rudi Fitrianto (38), warga Kota Singkawang, mengatakan bila perbedaan itu tampak pada penampilan fisik.

Misalnya pada bagian wajah. Kaum Bunian dikenal tidak memiliki garis atau tepatnya lekukan yang memanjang antara hidung den¬gan bibir atas. "Itu adalah ciri kodrati kaum Bunian,” tutumya. Inilah ciri fisik yang sangat jelas membedakan kaum Bunian dengan manusia. “Kalau kita melihat seseorang yang tidak memiliki garis bibir itu, maka dipastikan orang itu adalah kaum Bunian,” tuturnya lagi.

Ciri lainnya, kaum Bunian memiliki bentuk alis yang khas. Alisnya lebat dan tampak seperti menyatu. Ciri seperti ini, boleh jadi terdapat pada sebagian kecil manusia. Selebihnya, bentuk fisik kaum Bunian dengan manusia nyaris sama. Misalnya soal tinggi badan. Karena itu, bila berpapasan secara sepintas, nyaris seseorang tak dapat membedakan dia adalah Kaum Bunian atau manusia. Selebihnya, terang Rudi, wujud kaum Bunian memang halus. Sehingga banyak orang menyebutnya makhluk halus atau lelembut.

Meski mereka mahluk halus yang terkadang menampakkan diri, ada orang-orang tertentu yang bisa melihat kaum Bunian dalam keadaan secara kasat mata. Mereka adalah orang-orang tua dan anak-anak kecil, meski tidak semuanya. Beberapa tahun lalu, ketika pecah perang etnis di Sambas, banyak anak-anak kecil yang sering duduk dipinggir sungai Sambas. Ketika ditanya mengapa duduk-duduk di situ, mereka menjawab sedang melihat kapal besar yang mengangkut banyak orang. Kapal itu terlihat menuju Keraton Sambas.

Kebenaran cerita anak-anak itu diperkuat kenyataan bila di halaman Keraton Sambas, secara tiba-tiba berkibar bendera wama kuning. Itulah bendera khas Kerajaan Sambas tempo dulu, yang sejak lama tidak pernah dikibarkan. Keadaan itu memberikan sinyal bila bangsa Bunian tengah berkumpul di sekitar Keraton Sambas. Hanya saja wujud mereka tidak terlihat. Dan pada malam harinya, warga Sambas melihat kotanya sangat ramai sekali. Namun mereka sama sekali tidak mengenal orang-orang itu datang dari mana. ***

SEJARAH MEMPAWAH

TIGA PUSAKA KERATON HILANG MISTERIUS


Pada zaman dahulu,dikisahkan pemerintahan Senggaok memiliki tiga pusaka keraton,yang konon menurut cerita hilang secara ghaib,pada masa pemerintahan Panembahan Ibrahim Syafiuddin.
Adapun keris pusaka tersebut bernama keris Naga Api (Naga Geni),dari Raja susuhan anaknya Prabu Brawijaya,dari kerajaan MajaPahit.
Keris tersebut milik Panembahan Senggaok,yang merupakan keturunan dari Prabu Brawijaya.

Menurut cerita,Raja Susuhan dari Majapahit yang membawa keris Naga api ke Bengkule Rajang,bersama seperangkat gamelan senenan dan meriam yang bernama Bujang Jawa.
Naga geni dan Bujang Jawa,lenyap secara misterius,pada zaman Sultan Ibrahim Syafiuddin,konon,katanya kedua pusaka tersebut hilang,tatkala didalam istana terjadi kebakaran.

Menurut cerita turun temurun,saat api masih berkobar membakar istana,keris Naga geni melayang diudara,menembus tiang istana yang tidak dijilat api,ketika menembus tiang gagangnya tercabut dan tertinggal dilantai istana.
Hilangnya Meriam Bujang Jawa,baru diketahui setelah kobaran api yang membakar istana dapat dipadamkan.kedua pusaka dinyatakan hilang secara ghaib,dan sampai sekarang tidak diketahui dimana rimbanya.

Sedangkan pusaka ketiga yang hilang secara misterius,berupa sebilah pedang dari Pagar Ruyung ,pedang ini hilang saat penjajah Jepang menjejakan kaki dibumi Mempawah.
Pedang Pagar Ruyung merupakan warisan Raja Qahar,mertua Panembahan Senggaok.
Sangat disayangkan hilangnya artefak tersebut yang merupakan bukti kaitan sejarah,antara kerajaa di Jawa,Melayu,Dayak,dan Bugis.pusaka yang hilang tersebut merupakan bukti nyata kesatuan empat suku yang telah membaur sejak ratusan tahun yang lalu…

SAMBAS DISERANG SIAK SRI INDRAPURA 1789-1791

PANGERAN ANOM MEMPERTAHANKAN SAMBAS

Serangan Pertama Siak Sri Indra Pura Ke Sambas 1789

Tiada lama pangeran Anom di Sambas,pada bulan Desember tahun 1789 Kesultanan Sambas diserang pasukan Siak Sri Indrapura yang dipimpin oleh Raja Ismail..
Penyerangan dari Siak ini adalah karena persaingan dagang dan ekonomi diantara kedua Kesultanan,salin berebut kekuasaan dilaut serta berusaha menguasai wilayah antara pulau Sumatra dan Kalimantan.Armada Siak Sri Indrapura bergerak maju disekitar perairan Sungai Sambas kecil menembakan meriam kearah pasukan dari kesultanan Sambas...
Ketika pasukan Siak Sri indera pura hendak mendarat maka pasukan Sambas berenang mendekati kapal musuh dan membocorkan kapal mereka hingga tenggelam,diiringi pula dengan tembakan meriam dari halaman istana,hampir menjelang malam pertempuran antara kedua pasukan semakin sengit,banyak korban berjatuhan dikedua belah pihak.
Namun lagi lagi strategi dan kepiawaian pasukan Sambas yang dipimpin Pangeran Anom dapat memukul mundur pasukan dari Siak Sri Indrapura,sebagian kapal mereka ditenggelamkan dan sebagian berhasil meloloskan diri dan keluar dari perairan Sambas.

Serangan Kedua Siak Sri Indrapura Ke Sambas

Pada tahun 1791 pasukan Siak Sri Indrapura menyerang kembali untuk kedua kalinya dengan jumlah pasukan yang jauh lebih besar dan dipimpin langsung oleh Sultan Ali Said sendiri…Pertempuran berlangsung cukup lama,pasukan Siak Sri Indrapura menyerang dengan keberanian yang luar biasa tanpa memperhitungkan korbanya yang gugur dimedan laga.pertahanan pasukan kerajaan Sambas sudah goyah karena serangan bertubi tubi dari pasukan Siak Sri Indrapura yang gagah berani.

Memperhatikan keadaan yang sangat genting itu beberapa orang menteri Kerajaan Sambas,Wazir serta Hulubalang berunding dengan Sultan Abubakar Tajudin I dan Pangeran Anom supaya diadakan perundingan damai dengan sultan Said Ali dari Siak Sri Indrapura…usul tersebut ditolak oleh Sultan dan Pangeran Anom,karena Pangeran Anom merasa yakin atas kekuatan pasukanya.
Maka diperintahkanlah oleh Pangeran Anom kepada beberapa pengawal setianya untuk menjemput pasukan mereka yang lain yang terdiri dari orang orang Dayak Sungkung,dan orang orang Dayak Saribas..maka tak beberapa lama pasukan bala bantuan Pangeran Anom telah terkumpul dan dengan pasukan tersebut Pangeran Anom berhasil memukul mundur pasukan dari Siak Sri Indrapura…

Tapi rupanya Pasukan Siak Sri Indrapura tidak kembali kenegerinya mereka bertahan dilaut menunggu bala bantuan tiba dari garis belakang,mereka menghimpun kekuatan baru untuk menyerang Sambas.

Serangan Ketiga Siak Sri Inrdapura Ke Sambas 1792

Pada tahun 1792 pasukan Siak Sri Indrapura menambah dan memperkuat pasukanya yang ada diperairan Sambas,dipimpin Sayyid Ali Mustafa dan didampingi oleh seorang panglima dari Aceh yang terkenal keberanianya bernama Panglima Aru…Aru adalah nama dari suatu kampung di daerah Aceh,dalam penyerangan itu ikut serta juga permaisuri Sayyid Ali Mustafa yang sakti dan gagah berani…

Pucuk pimpinan perang pasukan Sambas dipegang oleh Pangeran Anom dan didampingi oleh Panglima Awang Tandi (Lawang Tandi) yang khusus dijemput dari tempat pertapaanya dikeramat Bantilan (letaknaya sekarang dalam wilayah kecamatan Sejangkung).

Pertempuran antar pasukan Sambas dan pasukan Siak Sri Indrapura disertai adu kekuatan dan ketangkasan antara panglima Aru dengan Panglima Awang Tandi.pertarungan yang memakan waktu cukup lama ,mereka beradu kesaktian dan kekuatan,namun kesaktian yang dimiliki Awang Tandi tak dapat ditandingi oleh Panglima Aru,Awang Tandi berhasil mengalahkan Panglima haru hingga ia tewas..,melihat kejadian tersebut Permaisuri Sayyid Ali Mustafa menjadi geram dengan tangkas ia turun kemedan perang (dihalaman istana Sambas) ibarat seekor singa yang haus darah ia membunuh prajurit dan panglima pasukan Sambas satu persatu hingga parajurit Sambas kelabakan dan menjadi kocar kacir,siapa saja yang berada didepan atau dibelakangnya langsung dibunuh dan dipenggalnya,melihat keadaan yang mencemaskan itu,Pangeran Anom segera terjun kemedan pertempura menahan gerak maju pasukan musuh dan diperintahkanya kepada Panglima Awang Tandi untuk menyerang langsung tubuh permaisuri tersebut,namun penyerangan sulit dilakukan karena permaisuri Kebal terhadap senjata tajam dan dia diapit oleh pasukanya yang berlapis lapis,...
Untuk menghentikan dan mengatasi ketangkasan serta keberanian dan kesaktian permaisuri Sayyid Ali Mustafa tersebut,Pangeran Anom segera memasukan “Peluru Petunang” kedalam Meriam..,sambil mengucapkan Mantra diarahkanya meriam tersebut tepat kepada tubuh permaisuri Sayyid Mustafa,dan dengan tembakan “Peluru Petunang” tersebut tubuh permaisuri yang kebal terhadap senjata tajam tersebut roboh seketika,tubuhnya bersimbah darah dan seketika itu pula ia gugur dimedan laga…(Peluru Petunang : adalah peluru yang didalamnya berisi jisim halus atau sahabat “Mu’akal” Pangeran Anom yang bernama”Bujang Danor”),cerita ini telah menjadi cerita rakyat masyarakat Sambas sampai sekarang..

Melihat kejadian itu Raja Sayid Ali dan Sayid Mustafa beserta pasukanya dengan rasa kesal dan sedih memutuskan mundur dari pertempuran dan kembali kenegerinya.Sebagian dari panglima panglimanya yang menyerah kepada pasukan Sambas dan bersedia setia menjadi penduduk Negeri Sambas diberikan tempat oleh Sultan Abubakar Tajudin I sebuah kampung yang diberi nama “Kampung Tanjung Rengas” untuk kediaman orang orang dari Zulu disediakan suatu kampung yang diberi nama “Kampung Nagur”, dan untuk kediaman orang orang dari Sulawesi disedikan suatu kampung yang diberi nama”Kampung Bugis”.

Sultan Sambas dan rakyatnya selalu membuka pintu selebar lebarnya menerima pendatang baru dari seluruh pelosok Nusantara ,sehingga turun temurun tinggal diSambas.
Sampai sekarang.Rakyat Sambas merasa bangga mempunyai seorang Panglima seperti yang telah dicontohkan Pangeran Anom dalam mempertahankan negeri dan rakyatnya dari gangguan orang orang Portugis,Spanyol,Inggris,Belanda dan kerajaan kerajaan lain di Nusantara…

Catatan: Keruis adalah perahu layer Pangeran Anom…Fenes sebuah perahu layer ukuran kecil atau lebih kecil dari Keruis..menurut dugaan Keruis dan Fenes berasal dari bahasa Portugis atau Spanyol..

Friday, December 11, 2009

Biografi Syaikh Ahmad Khatib Sambas

Nama Lengkapnya adalah Ahmad Khatib Sambas bin Abd al-Ghaiffar al­Sambasi al-Jawi (baca: Indonesia). la di lahirkan di kampung Dagang atau Kampung Asam, Sambas, Kalimantan Barat (Borneo) pada 1217 H/1802 M. Setelah mendapatkan pendidikan agama di kampung halamannya, ia tinggal di Mekkah pada usia 19 untuk memperdalam ilmu agama clan menetap di sana selama quartal kedua abad 21. Ia menetap di Mekkah hingga akhir hayatnya pada tahun 1289 H/1872 M. Di sana ia belajar sejumlah ilmu pengetahuan agama, termasuk sufisme. Dan ia pun herhasil mendapatkan kedudukan terhormat di antara teman-teman sezamannya hingga akhirnya ajarannya berpengaruh kuat hingga sampai ke Indonesia.

Diantara guru-gurunya antara lain ; Syaikh Daud ibn Abdullah ibn Idris al­Fatani (w. 1843), seorang ulama besar yang menetap di Mekkah, Syeikh Samsuddin, syeikh Muhammad Arsyad al-Banjari (w. 1812). Bahkan ada sumber yang menyatakan bahwa beliau juga murid dari Syeikh Abd Samad al-Palembangi (w. 1800). Seluruh murid-murid Syeikh Syamsuddin memberikan penghargaan yang tinggi atas Kompetensinya serta menobatkannya sebagai Syeikh Mursyid Kamil Mukammil.

Selain yang disebutkan di atas, terdapat juga sejumlah nama yang juga menjadi guru-guru Khatib Sambas, seperti Syaikh Muhammad Salih Rays, seorang mufti bermadzhab Syafi’i, Syeikh Umar bin Abd al-Rasul al-Attar, juga mufti bermadzhab Syafi’I (w. 1249 H/833/4 M), dan Syeikh ‘Abd al-Hafiz ‘Ajami (w. 1235 H/1819/20 M). ia juga menghadiri pelajaran yang diberikan oleh Syeikh Bisri al-Jabarti, Sayyid Ahmad Marzuki, seorang mufti bermadzhab Maliki, Abd Allah (Ibnu Muhammad) al-Mirghani (w 1273 H/1856/7 M), seorang mufti bermadzhab Hanafi serta Usman ibn Hasan al-Dimyati (w 1849 M).

Dari informasi ini dapat dikctahui bahwa Syeikh Khatib Sambas telah mendalami kajian Fiqh yang dipelajarinya dari guru-guru yang representatif dari tiga madzhab besar Fiqh. Sementara, al-Attar, al-Ajami dan al-Rays juga tiga ulama yang terdaftar sebagai guru-guru sezaman Khatib Sambas, Muhammad ibnu Sanusi (w. 1859 M), pendiri tarekat Sanusiyah. Baik Muhammad Usaman al-Mirghani (pendiri tarekat Khatmiyah yang sekaligus saudara Syeikh ‘Abd Allah al-Mirghani) maupun Ahmad Khatib Sambas, keduanya juga anggota dari sejumlah tarekat yang kemudian ajaran-ajaran taraket tersebut digabungkan mcnjadi tarekat tersendiri. Dalam kasus tarekat Khatmiyah, tarekat ini penggabungan dari tarekat Naqsabandiyya, Qadiriyya, Chistiyah, Kubrawiyah dan Suhrawardiyah. Sementara dalam catatan pinggir kitab Fath al-’Ariin dinyatakan bahwa sejumlah unsur tarekat penulis kitab tersebut adalah Naqsabandiyya, Qadiriyya, al-Anfas, al-Junaid, Tarekat al-Muwafaqa serta, sebagaimana yang disebutkan sejumlah sumber, tarekat Samman juga menggabungkan seluruh aliran tarekat di atas.

Kelenturan ajaran Qadiriyya bisa disebut sebagai faktor yang memotivasi Syeikh Sambas untuk mendirikan taerkat Qadiriyya wa Naqsabandiyya. Tentu saja, dalam tradisi sufi memodifikasi ajaran tarekat bukanlah hal yang tidak biasa dilakukan. Misalnya, terdapat 29 aliran tarekat yang merupakan cabang dari tarekat Qadiriyya. Sebenarnya bisa saja Syeikh Khatib Sumbas menamakan tarekat yang didirikannya dengan Tarekat al-Sambasiyah atau al-Khaitibiyah sebagaimana kebanyakan aliran tokoh tainnya yang biasanya menamakan tarekat dengan nama pendirinya, namun Khatib Sambas justru mcmilih menamakan tarekatnya dengan Qadiriyya wa Naqsabandiyya. Disini ia lebih menekankan aspek dua aliran arekat yang dipadukannya dan lebih jauh menunjukkan bahwa tarekat yang didirikannya benar-benar asli (original).

Sementara itu, kebanyakan murid-murid Ahmad Khatib Sambas berasal dari tanah Jawa dan Madura dan merekalah yang meneruskan larekat Qadiriyya wa Naqsabandiyya ketika pulang ke Indonesia. Diantara murid-muridnya tersebut adalah ‘Abd al-Karim (Banten), Kyai Ahmad Hasbullah ibn Muhammad (Madura), Muhammad Isma’il ibn Abdurrahim (Bali), ‘Abd al-Lathif bin ‘Abd al-Qadir al­Sarawaki (Serawak), Syeikh Yasin (Kedah), Syeikh Nuruddin (Filipina), Syeikh Nur al-Din (Sambas), Syeikh ‘Abd Allah Mubarak bin Nur Muhamcnad (Tasikmalaya). Dari murid-muridnya inilah kelak ajaran tarekat Qadiriyya wa Naqsabandiyya sampai dan menyebar luas ke pelosok Nusantara.

AJARAN SYYAIKH AHMAD KHATIB SAMBAS

Menurut Naguib al-Attas, Syeikh Sambas merupakan seorang Syeikh dari dua tarekat yang berbeda, tarekat Qadiriyva dan Naqsabandiyya. Karena ia sebenarnya tidak mengajarkan kedua Tarekat ini secara terpisah akan tetapi mengkombinasikan kedua ajaran tarekat tersebut sehingga dikenali sebagai aliran tarekat baru yang berrbeda baik dengan Qadiriyya maupun Naqsabandiyya. Dalam prosedur dzikir, Syeikh Sambas mengenalkan Dzikir negasi dan afirmasi (Dzikr al-Nafy wa al-Ithbat) sebagaimana yang dipraktekkan dalam tarekat Qadiriyya. Selain itu, ia juga rnelakukan sedikit perubahan dari praktek Qadiriyya pada umumnya yang diadopsinya dari konsep Naqsabandiyya tentang lima Lathaif. Sedangkan pengaruh lain dari Naqsabandiyya dapat dilihat dalam praktek visualisasi rabitha, baik sebelum rnaupun sesudah dzikir dilaksanakan. Selain itu, jika Dzikir dalam tarekat Naqsabandiyya biasanya dipraktekkan secara samar dan dalam Qadiriyya diucapkan dengan suara yang keras maka Syeikh Khatib Sambas mengajarkan kedua cara drikir ini. Demikianlah Khatib Sambas menggabungkan dua tarekat yang berbeda sehingga Akhirnya Qadiriyya dan Naqsabandiyya pun mengambil tehnik spiritual utama dari dua aliran tarekat, Qadariyah dan Naqsabandiyya.

Untuk melihat lebih jauh ajaran Ahmad Khatib Sambas maka berikut akan dikemukakan sejumlah tema-tema penting yang terdapat di dalam kitab Fath al­Arifin, sebuah kitab yang diyakini ditulis oleh Syeikh Sambas sendiri. Kitab ini sangat besar pengaruhnya di kawasan dunia Melayu dan sekaligus menjadi pedoman bagi pengikut tarekat Qadiriyya wa Naqsabandiyya di pelosok Nusantara. Adapun sejumlah tema yang diangkat oleh Syeikh Sambas dalam kitab ini antara lain ;

Prosedur Pembai’atan

Dalam prosesi pembai’atan seorang yang akan memasuki tarekat Qadariyah wa Naysabandiyya, seorang Syeikh harus membaca bacaan yang khusus bagi pengikut tarekat Qadariyya wa Naqsabandiyya. Dan diteruskan dengan membaca surah al-Fatihah yang dihadiahkan kepada Rasulullah SAW, sahabat-sahabatnya, seluruh Silsilah tarekat Qudiniyyu Qadiriyya wa Naqsabandiyya, khususnya kepada Sultan Auliya’ Syeikh Abd al-Qadir a’-Jailani dan Sayyid Tha’ifa al-Sufiyya, Syeikh Junayd al-Baghdadi. Selanjutnya Syeikh berdo’a untuk murid tersebut dengan harapan semoga sang murid mendapatkan kemudahan.

Sepuluh Latha’if (sesuatu yang Halus)

Setelah menjelaskan prosedur dan tata cara pembai’atan terhadap seseorang yang ingin memasuki Tarekat Qadiriyya wa Naqsabandiyya, Syeikh Sambas kemudian menjelaskan bahwa manusia terdiri dari sepuluh Latha’if. Lima Lalha’it yang pertama disebut sebagai alam al-amr (alam perintah). Kelima Latu’if tersebut antara lain; Lathifa al-Qalbi (halus hati), Lathifa al-Ruh (halus ruh), Lathifa al-Sirr (halus rahasia), Lathifa al-Khafi (halus rahasia) dan Lathifa ul-Akhfa (halus yang paling tersembunyi). Sementara lima Latha’if seterusnya disebut sebagai ‘alum al-­khalq (alam ciptaan) yang meliputi; Lathifa al-Nafs dan al-’anaasir al-arba’a (unsur yang empat) yakni air, udara, api dan tanah. Selanjutnya Syeikh Sambas menentukan bahwa Lathifa al-Nafs bertempat di dalam dahi dan tempurung kepala.

Tata Cara Beramal

Setetelah menjelaskan sepuluh Latha’if, Syeikh Sambas melanjutkan dengan petunjuk tata cara beramal (baca: berzikir) sebagaimana berikut ;

أستغفرالله الغفور الرحيم. اللهم صـل على سيـدنا محمد و صحبه و سلم. لا إله إلا الله

Cara membaca kalimat la ilaaha illa Allah dimulai dari menarik nafas panjang sambil membaca “لا” dari pusat ke otak. Lalu membaca “إلـه” ke arah kanan kemudian dilanjutkan dengan kalimat إلا الله ke dalam hati seraya mengingat maknanya.

Kemudian membaca لا مقصود إلا الله sambil membayangkan wajah Syeikh di hadapannya jika Syeikhnya jauh dari pandangannya akan tetapi jika dekat maka tinggal menanti limpahan saja. Inilah yang disebut dengan dzikir Nafy wa Ithbat yang dapat dilakukan baik dengan nyaring (zhihar) atau di dalam hati (sirr).

Setelah selesai berzikir diteruskan dengan membaca solawat Munjiyat sebagaimana berikut :

اللهم صـل على سيـدنا محمد صلاة تنجينا بها من حميع الأهوال و الأفات (الخ)

Kemudian diteruskan dengan membaca surah al-Fatihah yang dihadiahkan kepada Rasulullah SAW, sahabat-sahabatnya, seluruh Silsilah tarekat Qadiriyya wa Naqsabandiyya, khususnya kepada Sultan Auliya’ Syeikh Abd al-Qadir al-Jailani dan Sayyid Tha’ifa al-Sufiyya, Syeikh Junayd al-Baghdadi sebagaimana halnya ketika melakukan pembai’atan.

Muraqabah

1. Muraqabah al-Ahadiyah

2. Murayabah al-Ma’iyah

3. Muruqabuh al-Aqrabiyah

4. Muraqabah al-Muhabbati fi Da’irat Ulu;

5. Muraqabah al-Muhabbati fi Da’irat Tsaniyah

6. Muruqabah al-Mahabbut fi Qawsi

7. Muraqabah wilayat al-’Uly

8. Muruqabah Kamalut Nubuwwah

9. Muraqabah Kamalat Risalah

10. Muraqaboh Kamalat Uli al-’Azm.

11. Muraqabah al-Mahabbat Da’irat Khullu

12. Muruqabah Da’iru, Mahabbat Syarfat Hiya Haqiqat Sayyidina Musa

13. Muraqabah al-Zatiyah al-Mumtazijah bi Mahabbat wa Hiya Haqiqat Muhammadiya

14. Muraqabah Mahbubiyat as-Syarfat wa Hiya Haqiqat Ahmadiyyah

15. Muraqabah Hubb al-Syirf

16. Muraqabah La Ta’ayyun

17. Muraqabah Haqiqat al-Ka’bah

18. Muraqabah Haqiqat al-Qur’an

19. Muraqabah Haqiqat al-Sholat

20. Muraqabah Dairat Ma’budiyah al-Syirfa

PENYEBARAN TAREKAT QADIRIYYA WA NAQSABANDIYYA

Sepulang dari kota suci Mekkah, murid-murid Syeikh Sambas yang sebelumnya telah dibai’at oleh Syeikh Sambas kemudian menyebarkan Tarekat Qadariyya wa Naqsabandiyya ke daerah mereka masing-masing. Dari murid-muridnya inilah kemudian Tarekat Qadariyya wa Naqsabandiyya akhirnya tersebar luas di sejumlah daerah di Nusantara.

Diantara muridnya yang memiliki pengaruh adalah ‘Abd al­ Karim al-Banten. Ia lahir pada tahun 1840 di Lempuyang, satu daerah yang terletak di Tanara Jawa Barat. Ia berangkat ke Mekkah di usianya yang sangat Muda untuk menimba ilmu di sana. Setelah beberapa tahun berdomisili di kediaman Syeikh Sambas, ‘Abd al-karim Banten menerima ijaza sebagai anggota penuh tarekat Qadiriyya wa Naqsabandiya dan di usianya yang masih muda belia ini ia lelah mendalami ajaran Syaeikh Sambas. Tugas pertama yang diembannya adalah menjadi guru tarekat di Singapura. Pada Tahun 1872 ia pulang ke Lempuyang selama tiga tahun kemudian pada tahun 1876 kembali ke Mek’kah untuk mengemban tugas sebagai pengganti Syeikh Sambas. Sebagai tambahan, lima cabang tarekat Qadariyya wa Naqsabandiyya yang ada di pulau Jawa menisbatkan Silsila mereka kepada dirinya.

Wejangan ‘Abd al-Karim memiliki pengaruh yang kuat dalam masyarakat Banten. Ia memandang dibutuhkan pemurnian terhadap kepercayaan dan praktek beragama dengan mengedepankan zikir sebagai fokus revitalisasi iman. Di sejumlah tempat, zikir dilakukan baik di Masjid ataupun langgar, sementara pada haris-hari libur diselenggarakan zikir malam. Oleh kebanyakan orang, Abd Karim dipercaya sebagai seorang wali yang dapat memberikan berkah tertentu (barakat) serta memiliki kekuatan diluar kemampuan manusia (karamat). Belakangan ia lebih dikenal dengan nama Kiyai Agung.

Di antara murid-murid H. ‘Abd al-Karim yang termuka antara lain ; H. Sangadeli Kaloran, H. Asnawi Bendung Lempuyang, H. Abu Bakar Pontang, H. Tubagus Isma’il Gulatjir dan H. Marzuki Tanara. Dari semua muridnya ini yang paling terkenal adalah yang disebut paling akhir. Dimana, sepulang dari Mekkah H. Marzuki Tanara mendirikan pondok pesantren di tempat kelahirannya (Tanara). Di Tanara ia mengajar dari tahun 1877-1888. Dua ulama terkemuka Banten, Wasid dan Tubagus Isma’il sering berkonsultasi kepadanya tentang masalah agama dan masalah yang ditimbulkan oleh kolonialisme

Murid lain Syeikh Sambas adalah Kyai Ahmad Hasbullah ibn Muhamrnad Madura. Ketika Kyai Ahmad Hasbullah tinggal di Rejoso Jawa Timur, Khalil, putera tiri pendiri pondok pesantren Rejoso menerima ijaza darinya. Kemudian Khalil menyerahkan kepemimpinan kepada saudara tirinya, Romli bin Tamim dan diteruskan oleh Kiyai Musta’in Romli. Untuk sementara Kyai Musta’in Romli mendapatkan popularitas di antara pemimpin Nahdhatul Ulama, namun popularitasnya kemudian hilang akibat ia merubah afiliasi politiknya dari sebelumnya mendukung PPP (ketika itu diback up NU) kemudian mendukung Golkar.

Demikian sehingga tarekat Qadariyya wa Naqsabandiyya dapat tersebar di Nusantara berkat murid dari Syeikh Khatib Sambas yang mayoritas berasal dari Pulau Jawa.

Wednesday, November 18, 2009

HUBUNGAN SAMBAS DAN MAJAPAHIT

Dalam masa kejayaanya kerajaan Majapahit telah menguasai seluruh wilayah Nusantara,termasuk kerajaan Sambas dipulau Kalimantan.(Nagara Kertagama Pupuh XIII).Majapahit bukan hanya menguasai kerajaan kerajaan dibawah taklukanya,tetapi telah mengirimkan keturunan dan keluarga raja dengan prajuritnya.mereka bukan hanya menguasai daerah dan rakyatnya,tetapi yang terpenting pula mengembangkan kebudayaan agama Hindu dan Budha.namun tidak banyak peninggalan raja raja dari agama Hindu di Sambas dan Kalimantan...daerah ini umumnya daerah rawa berlumpur dan tidak ada batu besar untuk membuat prasasti atau candi…peninggalan sejarah zaman itu sulit dibuat dan mudah hancur oleh air dan Lumpur.ada yang berpendapat bahwa arca Hindu dan Budha di Sambas dibuat dari emas.buktinya di British Museum London terdapat 9 buah arca agama Hindu dan Budha berasal dari Sambas.

Sambas dimasa sebelum Ratu Sepudak kurang dikenal,sejarahnya diliputi kabut kegelapan…dari cerita rakyat yang bersipat legendaries yang dituturkan dari mulut kemulut terdapat bermacam macam versi.sebagaimana kerajaan kerajaan Melayu /Islam pada umumnya,demikian pula kesultanan Sambas baru memulai sejarahnya pada permulaan berkembangnya agama Islam sejak akhir abad ke 16.

Menurut cerita rakyat, sebelum kedatangan prajurit Majapahit di Paloh,sudah ada kerajaan Sambas Tua.diceritaklan bahwa pada akhir abad ke 13 didaerah Paloh terdapat kerajaan yang dipimpin oleh seorang Ratu(Raja) bernama Raden Janur…Suatu malam kerajaan tersebut kejatuhan benda langit (Tahi Bintang/Meteor) sebesar buah kelapa,yang bercahaya sangat terang,terkenal dengan nama “Mustika Bintang”.peristiwa aneh itu tersebar luas keseluruh Nusantara hingga ke Majapahit,Prabu Majapahit memerintahkan pasukanya untuk mendapatkan “Mustika Bintang” tersebut…Pasukan Majapahit mendarat Dipangkalan Jawi (Jawai)..Alkisah,Raden Janur tidak bersedia menyerahkan Mustika Bintang,ia melarikan diri ke hutan dan menghilang bersama “Mustika Bintang”,konon kabarnya ia menjadi orang Kebanaran atau orang halus (menurut kepercayaan orang Sambas,Paloh adalah pusat kerajaan Negeri Kebanaran/Negeri Ghaib)...

Diceritakan bahwa pasukan Majapahit tersebut tak kembali ke Majapahit tetapi tinggal dan membaur dengan penduduk asli,akhirnya mereka membentuk sebuah kerajaan yang kuat,dengan ratunya berasal dari hasil perkawinan dengan penduduk setempat.diceritakan pula bahwa pada suatu hari ratu dari kerajaan ini bertamasya kepulau “Lemukutan”…dipulau itu sayup sayup terdengar ditelinga raja bunyi tangisan bayi.seluruh rombongan disuruh mencari dari mana datangnuya suara tersebut..setelah lama mencari akhirnya diketahui suara tersebut berasal dari sebuah rumpun bambu…Bambu tersebut dipotong lalu dibawa pulang keistana dan pada malamnya bambu tersebut dibelah dan betapa terkejutnya semua yang melihat kejadan tersebut,ternyata pada salah satu ruas bambu yang dibelah berisi seorang bayi laki laki…bayi tersebut akhirnya dipelihara raja bersama anaknya… Kian hari tumbuh berkembang dengan sehat,namun sangat disayangkan ia hanya mempunyai sebuah gigi layaknya seperti gigi labi labi.karena itu ia diberi nama “Tang Nunggal” (Hanya Bergigi Tunggal).

Sewaktu Ratu Meninggal,Tang Nunggal berambisi untuk menjadi raja…Dengan mengandalkan kekuatan dan kelicikanya.ia berhasil menyingkirkan putera mahkota dan menobatkan dirinya menjadi raja.Tang Nunggal adalah Raja Yang kejam,bengis dan tidak berperikemanusiaan….Karena kekejamanya Putera dan Puterinya Bujang Nadi dan Dare Nandung dikuburkan hidup hidup dibukit Sebedang lantaran kedua bersaudara itu dituduh berniat kawin sesama saudara (Legenda Bujang Nadi Dare Nandung)...Singkat cerita,hukum karma akhirnya berlaku pada dirinya,Tang Nunggal akhirnya meninggal dalam keadaan yang sangat menggenaskan,ia dimasukkan kedalam peti dan petinya dibuang kedalam sungai Sambas (petikan cerita menurut dato’ Ronggo pada tahun 1991).

Setelah Tang Nunggal dikubur disungai Sambas,Putera mahkota yang tersingkir yang berasal dari keturunan MajaPahit muncul dan mengambil alih kendali pemerintahan...raja itulah yang menurunkan raja raja Sambas sampai kepada Ratu Sepudak.

Setelah runtuhnya Majapahit ,Sambas berada dibawah kerajaan Johor(Malaysia) .pada masa Ratu Sepudak telah diadakan perjanjian dagang dengan Oppenkoopman Samuel Bloemaert dari VOC yang ditanda tangani pada 1 Oktober 1609 dikota Lama (Perjanjian Ratu Sepudak dengan VOC).

Kedatangan secara besar besaran prajurit Majapahit keSambas adalah pada masa raja Cananagara..prajurit Majapahit yang dibawa dengan kapal,tahun 1364 mendarat di Pangkalan Jawi.kini daerah itu bernama Jawai…prajurit Majapahit itu bukan berperang dan berkuasa tapi tinggal membaur dan kawin dengan penduduk setempat.percampuran dengan pendatang dari Majapahit ini yang mendorong berdirinya kekuasaan keturunan raja Majapahit yang selanjutnya berpusat Di “Paloh”…mungkin karena terlalu banyak peperangan pada dan tahun 1364 Patih Gajah Mada sudah meninggal.banyak keturunan Majapahit berpindah kedaerah lain.mereka juga masuk ke Brunai,Mempawah ,Tanjung Pura,Landak,Sanggau ,Sintang,Sukadana,dan kerajaan kerajaan kecil dipedalaman Kalimantan Barat.hal ini dibuktikan dengan banyaknya ditemukan benda sejarah peninggalan kerajaan Hindu Majapahit antara lain Batu Pahat di Sekadau,Eka Muka Lingga Guwa di Sepauk,dan lain lain.

Pada pertengahan adad ke 15,pusat kerajaan keturunan Majapahit ini berpindah dari Paloh kekota Lama dibenua Bantanan-Tempapan dikecamatan Teluk keramat.raja raja diSambas waktu itu disebut dengan gelar ratu ,seperti gelar raja raja di Majapahit.

Ketika raja Tang Nunggal berkuasa,iapun membayar upeti kepada Raja Tumasik…mungkin karena merasa telah merdeka,setelah lepas dari kerajaan Majapahit.

Ratu sepudak dengan saudaranya Timbung Paseban berkuasa sejak tahun 1550 di “Kota Lama”(Ibukota Sambas Tua),pada tahun 1570, kerajaan Sambas di “Kota Lama” berada dibawah kekuasaan kerajaan Johor…Setelah runtuhnya kerajaan Majapahit,di kerajaan Johor telah menganut kepercayaan agama Islam,dan Johor menguasai kesultanan kesultanan dipantai barat Kalimantan seperti,Brunai,Serawak,Sambas,Mempawah,Sukadana/Matan.sejak itu agama islam pun mulai dianut orang dikesultanan Sambas.(Prof.Dr.E.Gade Malsbergen ;”Geschidemis van Nederland indie,llitgertrd Mij,Amsterdam,1939,deel’,hal.349).

Ratu Sepudak sebagai raja Sambas dikota lama adalah raja beragama Hindu terakhir Di Kota Lama Sambas…Belanda(VOC) yang baru saja menguasai Batavia pada tahun 1596,pada tahun 1604 telah mengunjungi kerajaan Matan dan membuka hubungan dagang dengan Matan ...Dari Matan ,VOC mendapatkan informasi tentang kerajaan yang ada di pantai barat Kalimantan.tahun 1609,VOC datang kekota Lama Sambas.mengetahui Sambas kaya dengan emas,VOC mengikat perjanjian dengan Ratu Sepudak.dalam perjanjian tanggal 1 Oktober 1609 itu,wakil VOC Samuel Bloemaert sekaligus mengikat kerajaan Landak dan Sukadana.Belanda paham benar karena landak adalah penghasil intan terkenal dan Sambas serta Matan adalah pusat penjualan emas dan intan pada masa itu.inilah awal dari perjanjian Belanda di Sambas,walaupun baru sejak 1817 Belanda duduk dan berkuasa di Sambas sumber lampiran perjanjian VOC dan Sambas 1 Oktober 1609).

HUBUNGAN BRUNAI,MALAYSIA,SINGAPURA DAN SAMBAS

Catatan catatan sejarah berikut ini adalah cermin dan gambaran bahwa negeri negeri Melayu diPulau Borneo mempunyai hubungan dan Silsilah yang tak terpisahkan (Berikut Adalah Kutipan dari buku “Sejarah kesultanan dan pemerintahan daerah Kabupaten Sambas” yang diterbitkan oleh Dinas Pariwisata PEMDA Kabupaten Sambas,tahun 2001).

Riwayat kerajaan dan para Sultan Sambas berdasarkan catatan tertulis dan benda peninggalan secara jelas dimulai pada awal berdirinya kesultanan Islam Sambas pada awal abad ke-17..Sumber tertulis utama tentang kesultanan Sambas,adalah tulisan Sultan Muhammad Syafiuddin II berjudul ‘’Silsilah Raja-Raja Sambas’’yang ditulis sendiri oleh Sultan Sambas ke-13 yaitu pada bulan Desember 1903.
Sumber tertulis utama dari negara Brunei Darussalam adalah Kitab ’’ Silsilah Raja-Raja Brunei’’.Sumber sejarah kesultanan Sambas berkaitan dengan kerajaan Brunei telah diterbitkan dalam tiga buah buku oleh Pusat sejarah Brunei.Ketiga buku tersebut adalah:
1.’’Tarsilah Brunei,Sejarah Awal dan Perkembangan Islam’’(tahun 1990).
2. “Raja Tengah,Sultan Serawak Pertama dan Terakhir”(tahun 1995).
3.”Tarsilah Brunei,Zaman Kegemilangan dan Kemasyhuran”(tahun 1997).

Di dalam sejarah Raja-Raja Brunei maupun Silsilah Raja-Raja Sambas,riwayat kesultanan Sambas dijelaskan mulai masa Raja Tengah,Raja Serawak yang selama 40 tahun berada di Sukadana dan Sambas (1600-1641).Raden Sulaiman adalah putra Raja Tengah dari perkawinan Raja Tengah dengan Puteri Surya Kesuma,puteri Sultan Matan/Sukadana,Sultan Muhammad Syafiuddin.kemudian Raden Sulaiman adalah Sultan Sambas pertama: 1631-1668.

Namun sejarah Sambas sudah bermula jauh sebelum Raden Sulaiman berkuasa.Walaupun tidak didapatkan catatan tertulis tentang purba sejarah Sambas,dari catatan kerajaan Majapahit dan kronik-kronikKaisar Cina,disebutkan bahwa Sambas sudah ada sejajar dengan kerajaan-kerajaan di Kalimantan,Jawa,Sumatera,Malaka dan Brunei serta Kekaisaran Cina pada abad ke-13 dan ke-14.

Masa purba sejarah Sambas dan Kalimantan masih diliputi kabut ketidak pastian karena tidak banyak data dan informasi yang diperoleh.Namun daerah bagian barat Kalimantan telah banyak dikenal oleh para pelancong dan pedagang asing dari Cina,India dan Arab sejak abad ke-10.

Drs Sudarto dan Adisidharto dalam manuskrip bukunya tentang “Sejarah Kalimantan Barat’’,tahun1977,mencoba mengangkat riwayat berkaitan dengan purba sejarah Kerajaan Sambas.

“Daerah Sambas,Sukadana,Tanjungpura dan karimata dalam buku Ptolemaeos Dias “Geographia’’(abad ke -2) ditafsirkan oleh Van der Meulen bahwa :”Tanjung satyroi tidak mungkin lain daripada gugusan pulau-pulau Karimata yang berbatu itu,karena tak ada bagian yang patut di sebut sebagai tanjung di daerah yang pantainya berlumpur itu.

Dari catatan Ptolemaeos pada awal abad tahun masehi itu,telah di ketahui bahwa daerah pantai barat Kalimantan,(Sambas,Mempawah,Sukadana,Tanjungpura) sudah dikenal sebagai daerah berpenghuni.selanjutnya Van der Meulen menduga bahwa dalam Ptolemaeus,nama Javadwipa munkin sekali dipakai untuk menyebut bahagian lain dari Kalimantan.

Jika interpetasi mengenai Javadwipa itu tepat,maka Kota Argyre(=Kota Perak) seperti di sebut oleh Ptolemaeus,tentulah terletak dibagian ini, barangkali saja di sekitar Kumai atau “Kotawaringin’’.Atau mungkin saja daerah itu adalah Matan ,Landak atau Sambas karena terkenal sebagai daerah penghasil emas dan intan.Kalau Swarna Dwipa (pulau emas)diperkirakan sebagai pulau emas,mungkin juga Sambas sudah termasuk sebagai daerah penghasil emas.”


Kronik dinasti Sung(960-1279)adalah salah satu catatan tua tentang bagian barat Kalimantan.Kronik Cina menyebut”Puni’’sebagai borneo Barat “daerah Kalimantan Barat.’’disebutkan:”negeri ini terletak di lautan barat daya,jaraknya dari jawa 45hari,dari San Bot Sai (Palembang) 40hari dan dari Champa 30hari,jika angina baik..Atlas sejarah Muhammad Yamin menyebutkan pula daerah bagian barat Kalimantan dengan sebutan “Puni’’.

Daerah bagian barat Kalimantan itu tentulah termasuk pula daerah Sambas sebagai salah satu kerajaan tertua di Kalimantan..kronik dinasti ming (1360-1643) pun sama sama menyebut Negara Negara dibagian barat Kalimantan (Puni) yang mengirim duta besarnya ke istana kaisar Cina untuk menunjukan hormat dan takzimnya.

Didalam salah satu buku sejarah serawak yang ditulis oleh Sanib Said,yang membagi sejarah Serawak dalam tiga fase yaitu “Ancient Sarawk politio-culture area(ASPA); The old Sarawak (OS) dan The New Serawak (NS) ;Wilayah Ancient Serawak Politio-culture area adalah fase sejarah politik dan budaya Serawak lama atau Serawak Tua..Sanib Said Memasukan daerah mulai dari Sambas sampai Bintulu Sekarang.. Serawak Tua ini sekitar abad ke 13, sebelum kejayaan kerajaan Brunei.

SAMBAS DISERANG INGGRIS 1812-1813

Selama dua abad kesultanan Sambas berdiri,selalu dirongrong oleh berbagai kekautan baik yang datangnya dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
Kedaulatan sering dilanggar sehingga menimbulkan beberapa kali peperangan.
Sampai penutup abad ke 18 Belanda dan Inggris hanya berhasil melakukan perniagaan yang tidak mengikat.

Hubungan antara kesultanan Sambas dengan Belanda dan Inggris tidak terlalu akrab.
Inggris dan Belanda selalu berusaha menuntut pembagian tanah yang lebih luas untuk kantor dagang dan benteng (loji) sehingga timbul pertengkaran antara Sultan Sambas dan Inggris yang meminta tidak hanya hak monopoli dalam perdagangan,juga meminta tanah pemukiman didaerah Paloh “Tanjung Datuk”,permohonan mereka ditolak oleh Sultan Sambas.
Alexander Hare,wakil pemerintah Inggris yang datang menemui Sultan Sambas pada tahun 1812 mengira akan dengan mudah mendapat beberapa bidang tanah diSambas,mereka merasa kecewa atas sikap tegas Sultan terhadap mereka.

Pada masa itu Negeri Sambas dalam keadaan sangat lemah,karena secara berturut turut sejak tahun 1789 sampai dengan tahun 1791 diserang oleh pasukan Siak Sri Indrapura…Didalam negeri mendapat gangguan dari Kongsi Kongsi pertambangan emas orang Cina…
Pada tahun 1811,Sultan Abu Bakar Tajudin I menerima laporan dari rakyatnya (nelayan penangkap ikan), bahwa dikuala Sungai Sambas Kecil telah berlabuh sebuah kapal asing milik East Idian Company kepunyaan Inggris yang amat mencurigakan...Kedatangan kapal Inggris itu ternyata untuk menuntut tanggung jawab dari Pangeran Anom yang telah menyerang kapal Inggris diperairan Banjarmasin dalam tahun 1789…Inggris memberitahukan agar Sultan Sambas mau memenuhi permintaan Inggris terhadap daerah Paloh.

Dalam upaya Sultan Sambas mempertahankan negerinya dari serangan pasukan Inggris itu,diperintahkan kepada panglima dan rakyatnya bersiap siaga membuat kubu pertahanan disebaelah kiri dan kanan Sungai Sambas Kecil dan dan menimbun batu batu besar kedalam sungai tersebut untuk menghadang kapal kapal Inggris yang berusaha masuk menelusuri alur sungai Sambas Kecil.,karena timbunan batu tersebut kapal Inggris yang besar tak bisa masuk melalui sungai Sambas Kecil sehingga sampai sekarang daerah tersebut diberi nama kampung Sebatu (karena alur sungainya dipenuhi batu).

Bagaimana kisah serangan Inggris terhadap Sambas.?..Mayor William Thorn menjelaskan,serangan pertama dilakukan pasukan Inggris terhadap kerajaan Sambas adalah pada bulan Oktober 1812 dipimpin oleh Kapten Bowen dari kapal perang Inggris bernama Phoenix namun mereka tak dapat masuk sungai Sambas kecil karena terhalang batu yang ditimbun disungai...Dalam serangan kedua pada tanggal 22 Juli 1813,dipimpin oleh Kapten Watson.mereka bergerak masuk melalui kampung Kartiasa disungai Sambas besar.
Pada tanggal 23 Juli 1813,mereka menurunkan senjata dan pada tanggal 25 Juli 1813 tentara Inggris bergerak maju menuju kota Sambas,sebelum bergerak masuk,mereka mengirimkan sepucuk surat kepada Sultan Sambas yang ditanda tangani oleh Kapten Sayer dan disampaikan oleh Kapten Bayley…Isi surat tersebut meminta kepada Sultan agar menyerahkan Pangeran Anom beserta pengikutnya kepada pasukan Inggris, surat yang disampaikan tersebut tidak ditanggapi oleh Sultan,karena ia bersama rakyat telah bertekad tidak akan menyerah sebelum berlumur darah melawan penjajah.

Merasa dilecehkan,pada malam 26 Juli 1813 pasukan Inggris bergerak maju menyusuri Sungai Betung dan hutan rimba menuju Sambas .Gerakan pasukan Inggris ini dapat dihadang oleh pasukan Sambas,sehingga Inggris harus membagi pasukanya menjadi beberapa bagian agar dapat menembus pasukan Sambas,dibawah pimpinan Kapten Morris dari resimen 14 juga tidak berhasil.kelompok lain dibawah komando Kapten Brookes dari Batalyon Sukarela Bengal 3,yang terdiri dari angkatan laut Inggris dengan 100 orang India harus mendaki jalan pintas yang terjal untuk sampai KeSungai Sambas kecil.masing masing divisi diiringi oleh sekelompok kelasi bersenjata yang membantu membawa perbekalan dan membuat jalan perintis melewati hutan rimba.

Pasukan Inggris dibawah komando Watson diberangkatkan pada jam 03.00 pagi dan setelah melewati berbagai rintangan alam,sampai didaerah pertahanan pasukan Sambas pada jam 09.30 pagi.Pasukan Ingris menyerang dan menghujani Negeri Sambas dengan peluru meriam…
Pada saat saat yang genting itu sebenarnya Pangeran Anom beserta keluarganya tidak berada di Sambas,ia sedang berkelana bersama pasukanya dan didalam pelayaran ia menderita penyakit malaria sejak 1812,karena hal tersebut ia dan pasukanya menetap sementara di Lunduk (sekarang daerah tersebut masuk wilayah Sarawak/Malaysia)…Karena penyakit tersebut Pangeran Anom tak mungkin pulang dan memimpin pasukanya,karena itu,diperintahkanlah Puteranya Pangeran Muda berangkat ke Sambas memimpin pasukanya untuk mengusir serangan pasukan Inggris.

Kubu pasukan Sambas ditepi sungai Betung tidak mungkin lagi dipertahankan,lalu mereka berpindah mengundurkan diri disebelah timur daya ,Kampung Pendawan.Pasukan Inggris pun menggempur pertahanan di Kampung Pendawan karena pada saat itu pertahanan pasukan Sambas di Sebatu dan Sungai Betung telah berhasil mereka hancurkan.

Menghadapi serangan musuh yang serba lengkap senjatanya itu,pasukan Sambas bergabung menjadi satu maju kemedan perang dibawah komando Pangeran Muda (putera Pangeran Anom).Terjadilah pertempuran yang sangat sengit dan hebat dalam hutan belantara karena persenjataan yang tak berimbang...peperangan berubah menjadi perang gerilya dan berlangsung hingga berbulan bulan…Dalam pertempuranya ini Pangeran Muda atas keberanianya yang luar biasa terkepung dalam lingkaran pasukan musuh sihingga ia gugur dimedan laga…Dengan kejadian tersebut semangat pasukan Sambas semakin menipis.Beberapa hari kemudian pasukan Inggris bergerak maju kebarat laut mengepung Pasukan Sambas sehingga tak berdaya dan terpaksa menyerah.
Kira kira 150 meter menyusur tepi sungai Sambas kecil hingga kesungai Teberau,pasukan musuh membakar sebuah kampung hingga hangus dan menjadi abu,Tempat itu hingga sekarang diberi nama “Kampung Angus”.

Ketika Pangeran Anom mendengar kabar bahwa Negeri Sambas telah kalah berperang dengan Inggris dan gugurnya Pangeran Muda(Putranya) dalam mempertahankan negeri Sambas naiklah darah pahlawanya.ia amat marah walau dalam keadaan sakit keras,ia sangat merasa sedih atas gugurnya putranya serta penderitaan yang dialami rakyat Sambas. Tapi menyadari penyakitnya ,ia bermaksud lebih baik menetap saja di kampung Lunduk dari pada kembali kenegeri Sambas.

Setelah Negeri Sambas dikuasai Inggris,datanglah berkunjung keistana Sultan ,komandan pasukan inggris dengan maksud untuk berkenalan dengan Sultan Abu Bakar Tajudin I dan Pangeran Anom.
Karena Pangeran Anom masih dikampung Lundu’ ,komandan tersebut mohon bantuan Sultan agar segera memerintahkan menterinya pergi kekampung Lundu’ membawa Pangeran Anom kembali ke Sambas.
Sultan Sambas memerintahkan 4 orang Datuk Kyai serta berpuluh orang penggiring berangkat menjemput Pangeran Anom beserta keluarganya ke kampong Lundu’.

Setelah Pangeran Anom beserta keluarganya berada kembali di Sambas,ia pergi dengan Bedar menemui komandan pasukan Inggris di kapal perangnya.Pada hari berikutnya datang pula komandan perang pasukan Inggris keistana Sambas membalas kunjungan Pangeran Anom kekapalnya.dan ia berjanji akan melaporkan segala perbincanganya dengan sultan dan Pangeran Anom kepada atasanya di Batavia( Jakarta).ia berjanji pula akan mendatangkan suatu utusan khusus ke Sambas untuk mengikat tali persahabatan dan perjanjian dagang dengan Sultan dan Pangeran Anom.

Demikianlah riwayat Negeri Sambas,setelah kalah perang melawan Inggris.Tiada berapa lama Pangeran Anom berada di Sambas ia diangkat mengantikan Sultan Abu Bakar Tajudin I .
Dalam penyerangan Inggris ke Sambas tahun 1812-1813…Inggris telah mengerahkan Resimen ke 14 Batalyon Sukarela Bengal 3 dan Artileri Bengal dengan kapal 3 perang yaitu : Kapal Perang Ratu Inggris ,Leda dan Hussen…Menurut catatan Inggris,pasukan mereka yang tewas 15 orang diantaranya beberapa perwira Inggris dan 58 orang luka ,jumlah pasukan Sambas yang tewas : 12 orang Pangeran,150 orang prajurit.

Sultan Abu Bakar Tajudin I meninggal dunia pada 20 hari bulan Ramadhan 1229 Hijriyah,dan digantikan Pada hari Jum’at 14 September 1814 M,oleh Pangeran Anom dengan Gelar Sultan Muhammad Ali Syafi’uddin I.

PERJALANAN RAJA TENGAH

Sewaktu tiba di Johor,rombongan Raja Tengah disambut secara adat kebesaran.kebetulan pada waktu itu Sultan Johor sedang mengadakan pesta diraja,mengawinkan salah seorang puteranya.Dalam luapan kegembiraan pada pesta tersebut telah terjadi suatu musibah.
Raja Tengah diajak menari oleh beberapa pembesar Johor,tetapi selalu ditampiknya,karena tidak sesuai dengan kepribadianya,sebagai seorang muslim yang taat.
ajakan tersebut meningkat kepada paksaan yang menurut Raja Tengah suatu tindakan mempermainkan dan mempermalukanya didepan majlis.Seorang pembesar lainya telah memintal sapu tangannya dan secara tidak sengaja mengenai muka Raja Tengah….Raja Tengah merasa dihina dan menampar muka pembesar tersebut.
Majelis menjadi gempar,pengawal dan prajurit Johor telah siap siaga untuk membela para pembesarnya,melihat keadaan yang memanas,prajurit Sakai pun siap siaga untuk mengadakan perlawanan apabila mereka diserang.Sultan sangat murka atas kejadian tersebut,namun sang Ratu berusaha menenangkan dan menengahi,akhirnya rombongan Raja Tengah kembali kekapal,mereka segera menaikan sauh kapal dan berlayar kembali ke Serawak.
Dalam cerita lain mengatakan kegaduhan bermula karena Raja Tengah menolak untuk dijodohkan dengan salah seorang Puteri Ratu Bonda.

RAJA TENGAH DI MATAN SUKADANA

Dalam pelayaranya pulang ke Serawak armada Raja Tengah dilanda angin badai,guntur petir sambung menyambung,cuaca gelap gulita,dan tiang layar banyak yang patah.setelah dua hari dua malam diterpa badai tersebut,akhirnya kapal Raja Tengah terdampar dipantai Sukadana,Matan…

Sebenarnya Raja tengah bermaksud singgah sebentar saja di Sukadana,sekedar untuk memperbaiki kapalnya,mengisi air minum dan menambah perbekalan,tetapi setelah mendapat sambutan dan perlakuan secara kekeluargaan dari Panembahan Giri Mustika,akhirnya ia setuju untuk bermukim diSukadana lebih lama lagi.

Saat itu yang menjadi raja diSukadana adalah Panembahan Giri Mustika,ia sedang kedatangan tamu utusan Raja Mekkah yang bernama Syech Syamsuddin.Utusan tersebut menyampaikan sebuah Kitab Suci Al Qur’an,sebentuk Cincin Bermata Jakut Merah dan surat pengangkatan/pemberian gelar Panembahan Giri Mustika,dengan nama dan gelar (Islami) yaitu “Sultan Muhammad Syafi’uddin”.Raja Tengah pun belajar memperdalam pengetahuan ilmu agama islam kepada Syech Syamsuddin,sebelumnya Raja Tengah memang sudah memeluk agama Islam

Basiyuni Imran Maharaja Imam Sambas

INDAH nian, sekiranya kira merenung dan menghayati liku-liku sejarah keperibadian ulama. Yang lalu belum tamat, disambung pula dengan ulama Sambas, Kalimantan, Indonesia dalam artikel ini. Pada 1963, ketika saya mengembara di Jawa, saya membeli buku berjudul, Mengapa Kaum Muslimin Mundur dan Mengapa Kaum Selain Mereka Maju yang diterjemah oleh K. H. Munawar Chalil daripada karya Amir Syakib Arsalan. Sejak itu nama Syeikh Muhammad Basiyuni Imran Maharaja Imam Sambas mulai terpahat pada ingatan saya.

Betapa tidak, kerana buku itu disusun adalah sebagai jawapan daripada pertanyaan ulama Sambas itu yang ditujukan kepada gurunya Saiyid Rasyid Ridha. Judul asli dalam bahasa Arab Limaza Taakhkharal Muslimun, wa limaza Taqaddama Ghairuhum? Tiga tahun kemudian, tepatnya pada 1966, di Kepulauan Riau saya mulai bergaul dengan adik ulama itu iaitu Pak Hifni Imran, salah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia.

Beliau pula memiliki banyak ilmu hikmat untuk berdepan dengan musuh. Pada 1968 – 1969 sebelum saya bertemu dengan Syeikh Muhammad Basiyuni Imran saya telah menemui dua orang adik beliau ialah Haji Maaz Imran, seorang ulama, dan adiknya yang bongsu Haji Muhammad Zuhdi Imran, juga ulama, ketika itu sebagai Kepala Kantor Jabatan Agama Kabupaten Sambas, Kalimantan, Indonesia. Haji Muhammad Zuhdi Imran adalah seorang yang fasih berbahasa Arab, ahli pidato dan luas pergaulan.

Sewaktu beliau melantik Penghulu-Penghulu Nikah di Kecamatan Tebas, bertempat di Kampung Tekarang, ketika itu saya sempat tidur sekatil (satu tempat tidur) dengan beliau. Setelah menyebut nama adik-beradik beliau yang sempat saya wawancara, maka sebelum membicarakan hal-hal yang lain di sini saya sebut nama lengkap beliau ialah Syeikh Muhammad Basiyuni Maharaja Imam bin Syeikh Muhammad Imran Maharaja Imam bin Syeikh Muhammad Arif Maharaja Imam bin Imam Nuruddin bin Imam Mushthafa as-Sambasi. Lahir di Sambas, Kalimantan, Indonesia pada 23 Zulhijjah 1300 H/25 Oktober 1883 M. Tarikh wafat 29 Rejab 1396 H/26 Julai 1976 M.

Pada satu hari Jumaat, tahun 1970, saya berdua dengan Pak Abdul Ghani, waktu Dhuha, Syeikh Muhammad Basiyuni Imran seorang dirinya saja, rupanya ulama besar Sambas tersebut telah berada dalam Masjid Jamik Sultan Sambas. Ketika itu beliau duduk mentelaah kitab. Kami berdua terpaku, kagum, sukar menjelaskannya dalam artikel ini. Sungguh hebat dan berwibawa caranya duduk, caranya berpakaian, semuanya menarik.

Ketika itu umur beliau hampir 90 tahun, namun wajahnya berseri-seri apatah lagi kulit beliau putih kekuningan langsat menghiasi susuk tubuh yang berjubah putih, kepala dililit dengan serban, semuanya dengan rapi dan bersih. Melihat kami datang beliaulah yang terlebih dahulu mengucapkan salam. Setelah berkenalan sejenak kami berdua mohon beliau membaca kitab yang ada di tangannya, kerana kami ingin mengambil berkat. Walau pun yang mendengar hanya kami berdua beliau tidak keberatan memenuhi permintaan kami.

Lafaz Arabnya beliau baca, langsung diterjemah dan ditafsirkannya ke bahasa Melayu Sambas. Menjelang Jumaat orang bertambah ramai sehingga azan barulah beliau berhenti membaca kitab. Syeikh Muhammad Basiyuni Imran juga menjadi imam Jumaat pada hari itu, bertambahlah kagum saya terhadap ulama Sambas tersebut, kerana bukan parasnya saja yang cantik, rupanya suara dan bacaannya sangat merdu dan sedap didengar telinga. Tidak dapat saya bayangkan, kerana hingga saya menulis artikel ini apabila saya teringat peristiwa yang bersejarah ini masih terkesan dan tercari-cari bunyi bacaan yang demikian itu. Padahal saya pernah menjadi makmum sembahyang Jumaat mengikut Syeikh Muhammad Basiyuni Imran hanya dua kali. Yang sekali lagi di Masjid Gang Wan Sagaf Pontianak.

Baik pertemuan yang pertama di Sambas mahu pun yang kedua di Pontianak bagi saya memang ada kesan yang tersendiri. Yang saya ceritakan ini adalah yang sebenarnya bukan atas ketaksuban. Haji Agus Salim, Buya Hamka dan Prof. Dr. Kahar Muzakkir, ketiga-tiganya orang-orang yang hebat belaka, mereka mengakui ketinggian ilmu yang dimiliki oleh ulama Sambas tersebut. (Lihat Riwayat Hidup dan Perjuangan Maharaja Imam Sambas, oleh Machrus Effendy, P.T Dian Kemilau, Jakarta, 1995, hlm. 16.)

Pendidikan

Syeikh Muhammad Basiyuni Imran mendapat pendidikan awal dan asas selama 10 tahun dari ayahnya sendiri, Maharaja Imam Muhammad Imran dan ayah saudaranya Khathib Muhammad Jabir. Ayah dan ayah saudaranya itu adalah anak ulama besar Maharaja Imam Sambas yang pertama, ialah Haji Muhammad Arif. Sejak Muhammad Basiyuni dilahirkan ayahnya telah ada firasat berdasarkan tanda-tanda, bahawa anak yang dilahirkan itulah yang akan meneruskan riwayat datuk neneknya yang menjadi ulama dalam kerajaan Sambas. Oleh hal yang demikian itulah kedua adik beradik tersebut tidak melalaikan diri memberi pendidikan khusus tentang ilmu-ilmu Islam selama sepuluh tahun kepada Muhammad Basiyuni.

Syeikh Muhammad Basiyuni Imran melanjutkan pendidikan di Mekah tahun 1320 H/1902 M hingga tahun 1325 H/akhir tahun 1907 M. Ramai gurunya di Mekah di antaranya termasuk Syeikh Ahmad Khathib al-Minankabawi dan Syeikh Ahmad al-Fathani. Bererti Syeikh Muhammad Basiyuni Imran sempat belajar kepada Syeikh Ahmad al-Fathani sekitar lima tahun saja. Keberangkatan beliau belajar di Mesir adalah setelah kewafatan Syeikh Ahmad al-Fathani, 11 Zulhijjah 1325 H/14 Januari 1908 M, riwayat ini hampir sama dengan kisah Tok Kenali pulang ke Kelantan dan Syeikh Sulaiman ar-Rasuli pulang ke Minangkabau dalam tahun yang sama. Syeikh Muhammad Basiyuni Imran masuk Universiti Al-Azhar, Mesir agak kemudian dari Syeikh Tahir Jalaluddin al-Minankabawi dan Syeikh Muhammad Nur al-Fathani. Hanya dua tahun saja Syeikh Muhammad Basiyuni Imran belajar di Universiti Al-Azhar, iaitu dari 1327 H/1909 M hingga 1329 H/1911 M. Setelah itu selama setahun, 1330 H/1912 M, melanjutkan pelajaran di Madrasah Darud Da’wah wal Irsyad, iaitu pendidikan yang diasaskan oleh Saiyid Muhammad Rasyid Ridha.

Setakat ini karya Syeikh Muhammad Basiyuni Imran yang ada dalam simpanan saya hanya sembilan judul. Sungguhpun demikian belum dijumpai karya ulama yang berasal dari Sambas lebih banyak daripada karya beliau. Jadi bererti Syeikh Muhammad Basiyuni Imran adalah ulama Sambas yang terbanyak menghasilkan karangan. Senarai karya Syeikh Muhammad Basiyuni Imran ialah:

1. Bidayatut Tauhid fi ‘Ilmit Tauhid, diselesaikan di Sambas, hari Rabu, 13 Jamadil Akhir 1336 H/27 Mac 1918 M. Membicarakan akidah merupakan petikan dari kitab Al-Jawahir al-Kalamiyah oleh al-’Allamah asy-Syeikh Thahir al-Jazairi, kitab Kalimah at-Tauhid oleh al-’Allamah asy-Syeikh Husein Wali al-Mashri dan kitab Kifayah al-’Awam. Dicetak oleh Mathba’ah Al-Ahmadiah, 50 Minto Road, Singapura, awal Muharam 1344 H.

2. Cahaya Suluh Pada Menyatakan Jumaat Kurang Daripada Empat Puluh, diselesaikan di rumah penulisnya, Kampung Dagang Hulu Sambas, maghrib, malam jumaat, 2 Safar 1339 H/14 Oktober 1920 M. Kandungan membicarakan pertikaian pendapat (khilafiyah) tentang syarat-syarat mendirikan sembahyang jumaat. Membahas tentang mengulang sembahyang Zuhur sesudah sembahyang jumaat (sembahyang mu’adah), dll. Dicetak oleh Mathba’ah Al-Ikhwan, 74 Arab Street, Singapura, 1340 H.

3. Tazkir Sabilin Najah fi Tarkis Shalah, judul dalam bahasa Melayu oleh pengarangnya ialah Jalan Kelepasan Pada Mengingati Orang Yang Meninggalkan Sembahyang, diselesaikan di Sambas, hari rabu, 9 Rabiulakhir 1349 H/3 September 1930 M. Setelah tamat pada bahagian akhir ditambah pula terjemahan tulisan Saiyid Muhammad Rasyid Ridha yang terdapat dalam Al-Manar, juzuk yang pertama daripada majalah 31. Dicetak oleh Mathba’ah Al-Ahmadiah, 82 Jalan Sultan Singapura.

4. Khulashatus Siratil Muhammadiyah disebut dengan judul yang lain Haqiqat Seruan Islam, diselesaikan 20 Jamadilakhir 1349 H/11November 1930 M. Terjemahan karya Saiyid Muhammad Rasyid Ridha tentang sejarah Nabi Muhammad s.a.w., cetakan yang pertama, Mathba’ah Al-Ahmadiah, 82 Jalan Sultan Singapura, 1351 H/1932 M.

5. Husnul Jawab ‘an Itsbatil Ahillati bil Hisab diselesaikan pada 6 Ramadan 1352 H/23 Disember 1933 M. Membicarakan hisab anak bulan untuk melakukan puasa dan hari raya. Dicetak oleh Maktabah az-Zainiyah, Penang, 1938. Diberi Kata Pengantar oleh Syeikh Tahir Jalaluddin al-Minankabawi.

6. Irsyadul Ghilman ila Adabi Tilawatil Quran diselesaikan hari Ahad, 5 Syawal 1352 H/21 Januari 1934 M. Membicarakan persekitaran pembacaan al-Quran. Dicetak oleh Mathba’ah Al-Ahmadiah, 82 Jalan Sultan Singapura, 15 Zulhijjah 1352 H/31 Mac 1934 M.

7. Durusut Tauhid As-Saiyid Muhammad Rasyid, diselesaikan pagi jumaat, 20 Rejab 1354 H/18 Oktober 1935 M. Membicarakan ilmu akidah merupakan terjemahan dari karangan gurunya Saiyid Muhammad Rasyid Ridha. Pada mukadimah, Syeikh Muhammad Basiyuni Imran menceritakan riwayat ringkasnya. Bahawa antara tahun 1329 H/1911 M – 1330 H/1912 M, beliau belajar di Madrasah Darud Da’wah wal Irsyad yang didirikan oleh Saiyid Muhammad Rasyid Ridha. Beliau telah belajar langsung kepada ulama tokoh tajdid itu. Salah satu sebab menterjemah karya gurunya itu setelah dapat berita gurunya meninggal dunia. Dicetak oleh Mathba’ah Al-Ahmadiah, 82 Jalan Sultan Singapura, tanpa dinyatakan tarikh.

8. Nurus Siraj fi Qishshatil Isra’ wal Mi’raj, diselesaikan sesudah sembahyang jumaat, 23 Jamadilakhir 1357 H/19 Ogos 1938 M. Membicarakan Israk dan Mikraj Nabi Muhammad s.a.w.. Dicetak oleh Mathba’ah Al-Ahmadiah, 101 Jalan Sultan Singapura, tanpa dinyatakan tarikh.

9. Khutbah Jumaat, Hari Raya Aidilfitri, Hari Raya Aidiladha Dan Gerhana. Membicarakan Khutbah Jumaat dan kedua-dua hari raya semuanya ditulis dalam bahasa Arab dan khutbah gerhana ditulis dalam bahasa Melayu. Dicetak oleh Mathba’ah Al-Ahmadiah, 82 Jalan Sultan Singapura, tanpa dinyatakan tarikh.

Pandangan

Mukadimah artikel ini dimulai dengan kenyataan Islam dikatakan mundur atau terkebelakang daripada umat lainnya, demikianlah yang dipercakapkan oleh ramai orang Islam sendiri hingga sekarang. Saya mempunyai pandangan sebaliknya bahawa umat Islam adalah maju daripada umat lainnya.

Yang saya maksudkan ialah bahawa seseorang yang ditakdirkan lahir dalam Islam bererti sudah kurniaan Allah yang paling besar dan berharga. Setelah dipeliharanya Islam dan beriman ia dapat menilai dan memilih kemajuan mana yang diredai Allah atau dikutuk, bererti ia akan lebih maju lagi. Kemajuan tidak dapat diukur dengan teknologi saja. Seseorang peribadi atau sesuatu bangsa yang dikatakan maju membuat senjata pembunuh sesama manusia dan perosak seluruh alam bererti biadab dan mundur ke belakang kerana kembali ke zaman primitif.

Oleh itu ditinjau dari segi moral, umat Islam adalah jauh maju ke hadapan dalam semua zaman dulu, kini dan akan datang. Orang Islam yang mundur hanyalah penyokong-penyokong kebiadaban yang dilakukan oleh manusia-manusia biadab.

Sumber:

Oleh Wan Mohd. Shaghir Abdullah (http://ulama-nusantara.blogspot.com)

Keraton Sambas

Pusat pemerintahan Kesultanan Sambas terletak di sebuah kota kecil yang sekarang dikenal dengan nama Sambas. Untuk mencapai kota ini dapat ditempuh dengan kendaraan darat dari kota Pontianak ke arah baratlaut sejauh 175 km, melalui kota Mempawah, Singkawang, Pemangkat, dan Sambas.

Lokasi bekas pusat pemerintahan terletak di tepi kota Sambas. Di daerah pertemuan sungai Sambas, Sambas Kecil, dan Teberau, pada sebuah tempat yang oleh penduduk disebut Muare Ullakan (Desa Dalam Kaum) berdiri keraton Kesultanan Sambas.

Pusat pemerintahan Kesultanan Sambas terletak di daerah pertemuan sungai pada bidang tanah yang berukuran sekitar 16.781 meter persegi membujur arah barat-timur.

Pada bidang tanah ini terdapat beberapa buah bangunan, yaitu dermaga tempat perahu/kapal sultan bersandar, dua buah gerbang, dua buah paseban, kantor tempat sultan bekerja, bangunan inti keraton (balairung), dapur, dan masjid sultan.

Bangunan keraton menghadap ke arah barat ke arah sungai Sambas. Ke arah utara dari dermaga terdapat Sungau Sambas Kecil, dan ke arah selatan terdapat Sungai Teberau. Di sekeliling tanah keraton merupakan daerah rawa-rawa dan mengelompok di beberapa tempat terdapat makam keluarga sultan.

Bangunan keraton yang lama dibangun oleh Sultan Bima pada tahun 1632 (sekarang telah dihancurkan), sedangkan keraton yang masih berdiri sekarang dibangun pada tahun 1933. Sebagai sebuah keraton di tepian sungai, di mana sarana transportasinya perahu/ kapal, tentunya di tepian sungai dibangun dermaga tempat perahu/kapal sultan bersandar. Dermaga yang terletak di depan keraton dikenal dengan nama jembatan Seteher. Jembatan ini menjorok ke tengah sungai. Dari dermaga ini ada jalan yang menuju keraton dan melewati gerbang masuk.

Gerbang masuk yang menuju halaman keraton dibuat bertingkat dua dengan denahnya berbentuk segi delapan dan luasnya 76 meter persegi. Bagian bawah digunakan untuk tempat penjaga dan tempat beristirahat bagi rakyat yang hendak menghadap sultan, dan bagian atas digunakan untuk tempat mengatur penjagaan.

Selain itu, bagian atas pada saat-saat tertentu digunakan sebagai tempat untuk menabuh gamelan agar rakyat seluruh kota dapat mendengar kalau ada keramaian di keraton.

Setelah melalui pintu gerbang yang bersegi delapan, di tengah halaman keraton dapat dilihat tiang bendera yang disangga oleh empat batang tiang. Tiang bendera ini melambangkan sultan, dan tiang penyangganya melambangkan empat pembantu sultan yang disebut wazir. Di bagian bawah tiang bendera terdapat dua pucuk meriam, dan salah satu di antaranya bernama Si Gantar Alam.

Sebelum memasuki keraton, dari halaman yang ada tiang benderanya, kita harus melalui lagi sebuah gerbang. Gerbang masuk ini juga terdiri dari dua lantai, tetapi bentuk denahnya empat persegi panjang. Lantai bawah tempat para penjaga yang bertugas selama 24 jam, sedangkan lantai atas dipakai untuk keluarga sultan beristirahat sambil menyaksikan aktivitas kehidupan rakyatnya sehari-hari.

Setelah melalui gerbang kedua dan pagar halaman inti, sampailah pada bangunan keraton.

Di dalam kompleks keraton terdapat tiga buah bangunan. Di sebelah kiri bangunan utama terdapat bangunan yang berukuran 5 x 26 meter. Pada masa lampau bangunan ini berfungsi sebagai dapur dan tempat para juru masak keraton. Di sebelah kanan bangunan utama terdapat bangunan lain yang ukurannya sama seperti bangunan dapur. Bangunan ini berfungsi sebagai tempat Sultan dan pembantunya bekerja. Dari bangunan tempat Sultan bekerja dan bangunan utama keraton dihubungkan dengan koridor beratap dengan ukuran panjang 5,90 meter dan lebar 1,50 meter.

Di bagian dalam bangunan tempat Sultan dan pembantunya bekerja, tersimpan beberapa benda pusaka kesultanan, di antaranya singgasana kesultanan, pedang pelantikan Sultan, gong, tombak, payung kuning yang merupakan lambang kesultanan, dan meriam lele. Meriam lele yang jumlahnya tujuh buah hingga sekarang masih dianggap barang keramat dan sering diziarahi penduduk. Masing-masing meriam yang berukuran kesil ini mempunyai nama, yaitu Raden Mas, Raden Samber, Ratu Kilat, Ratu Pajajaran, Ratu Putri, Raden Pajang, dan Panglima Guntur.

Bangunan utama keraton berukuran 11,50 x 22,60 meter. Terdiri atas tujuh ruangan, yaitu balairung terletak di bagian depan, kamar tidur sultan, kamar tidur istri sultan, kamar tidur anak-anak sultan, ruang keluarga, ruang makan, dan ruang khusus menjahit. Di bagian atas ambang pintu yang menghubungkan balairung dan ruang keluarga, terdapat lambang Kesultanan Sambas dengan tulisan “Sultan van Sambas” dan angkatahun 15 Juli 1933. Angka tahun ini merupakan tanggal peresmian bangunan keraton.

Di bagian dalam bangunan ini, pada kamar tidur Sultan tersimpan barang-barang khazanah Kesultanan Sambas, di antaranya tempat peraduan sultan, pakaian kebesaran, payung kesultanan, pedang, getar, puan, dan meja tulis Sultan. Pada bagian dinding terpampang gambar-gambar keluarga Sultan yang pernah memerintah Sambas.

Keraton Sambas

Untuk wisata sejarah, ada Keraton Sambas dimana istana yang ada sekarang dibangun oleh Sultan Muhammad Mulia Ibrahim tahun 1933 dan ditempati 6 juli 1935. Biaya pembangunan istana ini konon bantuan kredit dari Sultan Kutai. Namun di tepian Muara Ulakan simpang tiga yang merupakan pertemuan Sungai Sambas kecil, Sungai Subah, Sungai Teberau sejak dahulu telah berdiri Istana Kesultanan Sambas (1632) didirikan oleh Raden Bima bergelar Sultan Muhammad Tajuddin, Sultan Sambas ke-2.

Istana ini memiliki bentuk arsitektur kebesaran Melayu di mana di dalamnya terdapat berbagai koleksi barang-barang peninggalan bersejarah Kerajaan Sambas antara lain buku-buku, perlengkapan upacara, pakaian kebesaran, meriam dan barang-barang keramik dari Cina. Tidak jauh dari keraton terdapat Masjid Jami Sambas dan pemakaman raja-raja Sambas.

Di pinggir sungai terdapat sebuah tangga jembatan biasa disebut dengan seteher, tempat singgahan sampan atau perahu dan kendaraan air yang banyak lalu lalang di sungai Sambas. Naik ke daratan dari pinggir sungai, terdapat jalan masuk ke halaman Istana. Sebelum masuk kita akan melalui sebuah gerbang pintu masuk ke halaman Istana yang dinamakan gerbang Segi Delapan.

Di tengah halaman istana terdapat sebuah tiang bendera untuk menaikan bendera kesultanan yang berwarna kuning emas setiap hari besar .Tiang yang bertopang empat yang berarti Sultan dibantu oleh empat orang pembantu yang disebut wazir. Dibawah tiang bendera terdapat 3 buah meriam kuno hadiah dari tentara Inggris tahun 1813 menghargai kepahlawanan putera Pangeran Anom melawan inggris.

Salah satu meriam kuno itu disebut Si Gantar Alam. Disinilah seorang pejuang bernama Thabrani Akhmad telah gugur ditembus peluru penjajah Belanda karena membela mempertahankan bendera merah putih. Diabadikan dengan monumen karena di tempat ini tanggal 27 Oktober 1945 telah gugur seorang pejuang kemerdekaan disaat akan mengibarkan bendera merah putih.

Sunday, November 15, 2009

KERATON ALWATZIKHOBILLAH( ISTANA SAMBAS)

Kalua anda mengunjungi Sambas jangan lupa untuk menyempatkan diri berkunjung ke Keraton Al-watzikhobillah Sambas ,yang dibangun pada masa pemerintahan Raden Sulaiman yang bergelar Sultan Muhammad Syafi’uddin I.keraton ini memang sudah beberapa kali dibongkar,dan Istana yang ada sekarang sudah berumur sekitar 200 tahun dan beberapa kali mengalami perehaban.





GERBANG MASUK



Istana yang kokoh berdiri dipertemuan Tiga Sungai,yakni Sungai Sambas Kecil,Sungai Subah dan Sungai Teberau,memang mempunyai sejuta kisah ,yang kadang tak dapat dicerna dengan akal.
Raden Dewi Kencana,Ratu Keraton Sambas,mengungkapkan ,Keraton Sambas masih banyak memiliki benda Pusaka,diantaranya Tempat tidur Raja,Kaca hias,Seperangkat alat untuk makan Sirih,Pakaian kebesaran Sultan,Payung Ubur Ubur,Tombak Canggah,Meriam Beranak,Pedang Sultan,Tempayan keramik dari Cina dan kaca Kristal dari Inggris dan Belanda.

Benda yang masih dikeramatkan hingga sekarang yakni meriam beranak.
Setiap ada sesutu yang akan terjadi meriam itu bisa saja raib/menghilang entah kemana,tapi bisa kembali dengan sendirinya.Meriam itu jumlahnya tujuh buah dan diberi nama : Raden Mas,Raden Putri ,Raden Sambir,Raden Pajang,Ratu Kilat,Pangeran Pajajaran dan Panglima Guntur.

Menurut Gusti Sofyan Kailani(60) Penjaga Kamar Pusaka, saat ini Meriam Ratu Kilat sedang tidak ada ditempat dan telah lama pergi dari istana.itu biasanya akan menandakan kejadian alam luar biasa didunia.Namun menurutnya Meriam tersebut bisa saja tiba tiba ada ditempat(kembali dengan sendirinya)...Karena menurut beliau,meriam itu bukan Raib,atau dicuri orang,melainkan pergi meninggalkan keraton untuk mengatasi sesuatu hal atau peristiwa.tapi bila sudah sampai waktunya ia akan kembali dengan sendirinya.

Keraton yang berada diMuara Ulakan ini(Sambas) juga menawarkan keindahan alam yang luar biasa.dimana Bangunan Keraton yang menghadap sungai tersebut,mencirikan bahwa jalur transportasi zaman dahulu melalui sungai dan adanya Lambang Kuda Laut diatas atap keraton menandakan bidang yang menyokong perekonomian keraton saat itu adalah Bahari.

Memasuki kawasan Keraton,pengunjung akan ditemukan dengan bangunan segi delapan.dulunya itu merupakan Pendopo.,tempat ini digunakan Sultan untuk beristirahat dari perjalanan jauh dan bermusyawarah .Atap bangunan yang berbentuk Segi Delapanitu memiliki makna delapan arah mata angin.



SEGI DELAPAN


Dibangunan ini ada delapan jendelanya menandakan arah angin.tapi terkadang jendela jendela tersebut memberikan tanda...Bila tujuh jendela tertutup,dan satu jendela akan terbuka dengan sendirinya,bermakna ada sesuatu yang perlu dikhawatirkan,begitu seterusnya,yang mana tanda tanda tersebut terasa mustahil bagi sebagian orang...Disisi kanan halaman istana terdapat sebuah mesjid yang juga bersamaan dibangun dengan keraton,mesjid ini diberi nama Mesjid Jami’(artinya Mesjid Agung).Didepan samping pagar istana terdapat bangunan tempat meletakan Beduk,lingkaran beduk tersebut terbuat dari emas,tulang belulang monyet yang berwujud puteri.



BEDUK


Sementara ditengah lapangan depan Keraton,berdiri tegak Tiang Bendera yang berbentuk tiang layar kapal (seperti gambar di atas/header blog ini).tiang ini menandakan kejayaan Keraton Sambas dari bidang Maritim pada masa Panglima Anom.Dibawahnya terdapat tiga meriam yang berasal dari belanda dan Inggris.oleh karena itu,Keraton Sambas dulunya menjadi pusat pemerintahan dari Tujuh keraton di Kalimantan Barat.



MERIAM SAMBAS



Dibagian belakang keraton terdapat tempat pemandian Puteri dan Permaisuri keraton.disamping bangunan keraton ada bak penampungan air,dimana air yang diambil itu dipercayai memiliki khasiat positif buat orang yang meminumnya.Disekitar keraton juga terdapat Kampung Dalam Kaum yang artinya kampung keluarga keraton.tak jauh dari keraton terdapat pemakaman raja raja dan keluarga keraton,diantaranya makam Sultan Syafi’uddin II(yang menulis Buku “SILSILAH SAMBAS”),Makam Permaisuri Ratu Anom Kesuma Ningrat,beserta keluarga dan keturunanya.dalam kawasan ini terdapat tiga puluh enam pemakaman keluarga keraton...

Tuesday, November 10, 2009

Ali Syafi’uddin II 1922-1926 letak kejayaan nya

Raden Muhammad Ariadiningrat (Pangeran Paku Negara) Gelar Sultan Muhammad Ali Syafi’uddin II 1922-1926.
Berhubung Sultan Muhammad Syafi’uddin II sudah lanjut usia (85 tahun),maka pada tanggal 4 Desember 1922 bertepatan dengan 14 Robi’ul akhir 1341 H, Sultan meletakkan jabatannya,dan pada kesempatan yang sama diangkatlah Raden Muhammad Ariadiningrat gelar Sultan Muhammad Ali Syafiuddin II dalam usia 51 tahun sebagai Sultan Sambas yang ke 14 menggantikan ayahandanya.
Sebelum dinobatkan menjadi Sultan,pendidikan dan pengalaman Raden Muhammad Ariadiningrat bin Sultan Muhammad Syafiuddin II (Raden Affifudin) bin Sultan Abu Bakar Tajudin II (Raden Ishak) bin Sultan Muhammad Ali Syafi’uddin I(Raden Pasu Pangeran Anom) sudah cukup banyak.


Setelah tamat dari sekolah partikulir (Wilde School) di Sambas,pada tanggal 8 Desember 1890 melanjutkan pelajarannya di Opleiding School Voor Indianche Ambtenaar (OSVIA),di Serang Jawa Barat.

Pada tanggal 12 Maret 1894 pulang ke Sambas dan pada tahun 1895 diangkat menjadi guru bantu pada sekolah partikulir di Sambas. Kemudian bekerja magang Pada kantor Pangeran Bandahara sri Maharaja ... Raden Muhammad Ariadiningrat memperdalam ilmu agama Islam berguru dengan Haji Muhammad Imran,Mufti Kesultanan Sambas,kemudian tangal 5 April 1950 diangkat menjadi anggota Pengadilan (Landraad) Sambas.

Pada tanggal 31 Desember 1903 Raden Muhammad Ariadiningrat diangkat sebagai Wakil Sultan di Singkawang,gelar Pangeran Tumenggung Jaya Kesuma Negara.
Ditahun 1908 beliau diangkat menjadi kolektor pajak dalam wilayah Kesultanan Sambas.
Pada tanggal 1 Januari 1917 diangkat sebagai Voorzitter (Ketua Mahkamah Agama Islam) Sambas.
Tanggal 31 Agustus 1921 Raden Muhammad Ariadiningrat gelar Pangeran Paku Negara menerima bintang 30 tahun telah melaksanakan tugas dalam wilayah Kesultanan Sambas.

Ketika dilantik menjadi Sultan Ssambas yang ke-14 dilaksanakan upacara adat kebesaran sesuai adat Penobatan Raja Raja(Sultan) sebelumnya.
Sultan Muhammad Ali Syafiuddin II dalam melaksanakan tugasnya selalu bekerja keras untuk melanjutkan pekerjaan pekerjaan yang telah dirintis oleh ayahandanya Sultan Muhammad Syafiuddin II .
Pada tahun 1923 ia meminta kepada rakyatnya bergotong royong menggali terusan : Segerunding,Kota Bangun,sapu’ dan terusan Ketapang.Pada masa beliau memerintah Negeri Sambas semakin Maju,makmur,aman dan tenteram.Penghasilan Negeri Sambas melimpah ruah seperti Getah(karet),Kopra,Lada,Gambir,Sagu,Pinang dan hasil hutan seperti Damar dan Rotan.

Pada tanggal 9 Oktober 1926 bersamaan dengan 1 Robiul Akhir 1345 waktu Ashar,secara mendadak Sultan Muhammad Ali Syafiuddin II telah wafat dalam usia 54 tahun diistana Pedalaman,setelah hampir setahun beliau sakit sakitan.Setengah jam sebelum wafat beliau masih sempat menandatangani surat surat yang berhubungan dengan tugasnya sebagai Sultan Sambas. Raden Muhammad Ariadiningrat gelar Sultan Muhammad Ali Syafiuddin II ,Sultan Sambas yang ke-14,mempunyai istri Enci’ Maimunah binti Saunan (Pangeran Negeri Brunei yang menetap di Sambas) memperoleh seorang putera bernama Raden Abdul Muthallib (Raden Rapot).

Dengan istrinya Raden Zohra binti Raden Abdul Muthalib bin Raden Ishak gelar Sultan Abubakar Tajuddin II memperoleh beberapa orang putera dan puteri yaitu :

a. Raden Munziri Ariadiningrat beristerikan Raden Halijah binti Pangeran Laksamana Mohammad Saleh,kemudian isterinya yang kedua Raden Madinah Binti Raden Padmanagara (Raden Tokong)bin Raden Abdul Muthalib bin Raden Ishak gelar Sultan Abubakar Tajuddin II.

b. Raden Fatimah Ariadiningrat bersuamikan Raden Muchsin Panji Anom bin Raden Sulaiman Panji Anom (Pangeran Cakranegara) bin Raden Abdul Muthalib bin Raden Ishak (Sultan Abubakar Tajuddin II).

c. Raden Aisyah Aridiningrat bersuamikan Raden Adenan Panjianom bin Raden Sulaiman Panji Anom (Pangeran Cakranegara) bin Raden Abdul Muthalib bin Raden Ishak (Sultan Abubakar Tajuddin II).

d. Raden Laminah Ariadiningrat.

e. Raden Abubakar Ariadiningrat beristerikan Raden Sofia Suryadiningrat dari Purwakarta Jawa Barat,isteri yang kedua adalah Raden Rafiah bin Raden Muhammad Akbar.

f.Raden Izah Ariadiningrat bersuamikan Urai Usman Alinafiah bin Raden Padmanagara (Raden Tokong) bin Raden Abdul Muthalib bin Raden Ishak (Sultan Abubakar Tajuddin II).

sejarah berdirinya

Sejak tanggal 15 juli 1999,kota Sambas telah kembali bangkit menjadi ibukota Kabupaten Sambas.Sebelumnya,kotaSambas hanya menjadi ibukota kecamatan,salah satu kecamatan dalam kabupaten Daerah Tingkat II sambas yang beribukota di Singkawang (sejak tahun 1957-1999).

Kalau kita lihat ke belakang,sejarah kesultanan Sambas,adalah sebuah kerajaan kesultanan besar di Kalimantan maupun di nusantara Indonesia.Kesultanan Sambasterkenal besar sejak sultan sambas yang pertamalSultan Muhammad Syafiuddin I (1631-1668).Kejayaan kesultanan sambas telah membesarkan nama negri Sambas,sampai pada Sultan Sambas ke-15 yaitu Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Syafiuddin (1931-1943).Kerajaan Sambas sirna ketika Sultan ke-15 ini wafat karena ditangkap dan di bunuh oleh tentara pendudukan jepang tahun 1943.Kekejaman facisme jepang meruntuhkan kejayaan Sambas.

Nama dan kejayaan Sambas sesungguhnya tidak hanya dimulai dari Sultan Muhammad Syafiuddin I (1631-1668).Sejak abad ke-13 masehi sudah ada kekuasaan raja-raja Sambas.Bermula dari kedatangan prajurit majapahit di Paloh.Kemudian pusat kerajaan Sambas berpindah ke kota lama di Teluk keramat.Dari kota lama berpindah ke kota bangun di sungai Sambas Besar.Dari kota bangun pindah lagi ke kota Bandir dan kemudian pindah lagi ke Lubuk Madung.Konon menurut cerita,rombongan Raden Sulaiman pernah singgah di Tebas.Mereka sempat menebas daerah ini tetapi kumudian ditinggalkan.Dinamakanlah daerah itu tebas.

Barulah pada masa sultan sambas ke-2 yaitu Raden Bima gelar Sultan Muhammad Tajuddin (1668-1708) pusat Kesultanan Sambas dibangun di Muara Ulakan,di pertemuan 3 sungai yaitu sungai Sambas Kecil,sungai Subah dan sungai Tebarau.Sejak tahun 1668 Kota Sambas itu meliputi daerah Pemangkat, Singkawang dan daerah Sambas sendiri , yang kaya akan emas.

Sejak jaman pendudukan Jepang dan NICA (1942-1950),integritas Kerajaan Sambas telah sirna karena terlibat dengan pergolakan perang Dunia II.Ketika daerah Sambas atau Kalimantan Barat kembali bernaung dibawah Negara Kesatuan Repulik Indonesia pada tahun 1950, dan dibentuknya pemerintahan administrative Kabupaten Sambas, rakyat sambas sesungguhnya menuntut agar kota Sambas tetap menjadi ibukota kabupaten Sambas.Keinginan rakyat Sambas ini adalah sebagai upaya melanjutkan kembali kejayaan negri Sambas sejak pemerintahan para Sultan Sambas dari tahun 1631-1943.

Allhamdullillah, keinginan rakyat sambas menjadikan kota sambas sebagai ibukota Kabupaten Sambas terwujud juga sejak tanggal 15 juli 1999.Pemerintahan kabupaten Sambas berkedudukan di kota Sambas, yang telah sirna sejak tahun 1943-1999,lima puluh tahun kemudian.

2.Purba sejarah Sambas

Riwayat kerajaan dan para Sultan Sambas berdasarkan catatan tertulis dan benda peninggalan secara jelas dimulai pada awal berdirinya kesultanan islam Sambas pada awal abad ke-17.Sumber tertulis utama tentang kesultanan Sambas,adalah tulisan Sultan Muhammad Syafiuddin II berjudul “Silsilah Raja-raja Sambas” yang tertulis sendiri oleh Sultan Sambas ke-13 itu pada bulan Desember 1903.

Sumber tertulis utama dari Negara Brunai Darussalam adalah kitab “Silsilah Raja-Raja Brunai”.Sumber sejarah kesultanan Sambas berkaitan dengan kerajaan Brunai telah diterbitkan dalam tiga buah buku oleh Pusat sejarah Brunai.Ketiga buku tersebut adalah:

1. “Tarsilah Brunai,sejarah awal dan perkembangan islam”(thn 1990).
2. “Raja tengah, Sultan Serawak Pertama dan Terakhir”(thn 1995).
3. “Tarsilah Brunai, Zaman kegemilangan dan Kemashuran”(thn 1997).

Didalam sejarah Raja-raja Brunai maupun Silsilah Raja-Raja Sambas, riwayat kesultana Sambas dijelaskan mulai masa Raja tengah,Raja Serawak yang selam 40 thn berada di Sukadana dan Sambas (1600-1641).Raden Sulaiman adalah putera Raja Tengah dari perkawinan Raja Tengah dgn Puteri Surya Kusuma,puteri sultan Matan/Sukadana,Sultan Muhammad Syafiuddin.Kemudian Raden Sulaiman adalah Sultan Sambas pertama: 1631-1668.

Namun Sejarah Sambas sudah bermula jauh sebelum Raden Sulaiman berkuasa.Walaupun tidak didapatkan catatan tertulis tentang purba sejarah Sambas,dari catatan kerajaan Majapahit dan Kronik-kronik Kaisar Cina,disebutkan bahwa Sambas sudah ada sejajar dengan kerajaan-kerajaan di Kalimantan,Jawa,Sumatera,Malaka dan Brunai serta Kekaisaran Cina pada abad ke-13 dan ke-14.

Masa purba sejarah Sambas dan Kalimantan masih diliputi kabut ketidakpastian karena tidak banyak data dan informasi yang diperoleh.namun daerah bagian Barat Kalimantan telah banyak dikenal oleh para pelancong dan pedagang asing dari Cina,India dan Arab sejak abad ke-10.

riwayat raja-raja sambas

1. Sultan Muhammad Syafiuddin 1631-1668
2. Sultan Muhammad Tajuddin 1668-1708
3. Sultan Umar Akamuddin I 1708-1732
4. Sultan Abubakar Kamaluddin 1732-1762
5. Sultan Umar Akamuddin II 1762-1786
6. Sultan Achmad Tajuddin 1786-1793
7. Sultan Abubakar Tajuddin 1793-1815
8. Sultan Muhammad Ali Syafiuddin I 1815-1828
9. Sultan Usman Kamaluddin 1828-1830
10. Sultan Umar Akamuddin III 1830-1846
11. Sultan Abubakar Tajuddin II 1846-1855
12. Sultan Sultan Umar Kamaluddin 1855-1866
13. Sultan Muhammad Syafiuddin II 1866-1922
14. Sultan MuhammadAli Syafiuddin II 1922-1926
15. Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Syafiuddin 1931-1943